Pemerintah mengantisipasi hambatan non tarif bagi perdagangan Indonesia akan makin banyak di masa mendatang. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengaku mulai sibuk 'keliling' negara untuk melihat situasi tersebut.
"Jadi ini yang harus kita jaga, non tariff barrier ke depan akan menjadi sangat banyak, tentu atas nama lingkungan dan lainnya," kata Airlangga dalam acara The New SINSW dan Agenda Diskusi: Let’s Talk about INSW, Jumat (9/6).
Dua kebijakan non tarif yang disebut Airlangga akan jadi hambatan bagi perdagangan Indonesia dalam waktu dekat ini antara lain UU anti deforestasi dan degradasi hutan Uni Eropa (EUDR) serta kebijakan pungutan karbon barang impor di Uni eropa atau dikenal Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM).
Airlangga menyebut UU anti deforestasi Uni Eropa menyasar sejumlah komoditas Indonesia. Ini diantaranya kopi, kakao, karet, furnitur, minyak kelapa sawit dan sapi. Uni Eropa akan melacak dampak komoditas itu terhadap deforestasi.
Hanya saja, Ketua Umum Golkar itu menyayangkan kebijakan UU anti deforestasi itu tidak sinergis dengan sistem standardisasi yang berlaku. Sertifikasi produk kayu berupa FLEGT maupun ISPO untuk minyak kelapa sawit kata dia masih belum diakui.
"Jadi memang mereka meningkatkan standar tapi tidak mau menanggung kenaikan biaya, biaya ditekan seluruhnya ke negara produsen, itu beberapa hal yang harus kita perhatikan," kata Airlangga.
Di depan Menteri Keuangan Sri Mulyani dan beberapa pejabat negara lainnya, ia memperingatkan aturan EUDR ini akan segera berlaku 18 bulan lagi atau pada akhir 2024.
Selain menyayangkan penerapannya yang dalam waktu dekat, Airlangga juga menilai Uni Eropa meluncurkan aturan itu tanpa berkonsultasi dengan Indonesia sebagai negara yang akan terdampak.
Karena itu, menurutnya ini regulasi tak biasa, pasalnya UU justru dibuat untuk mengatur operator negara lain dari yang biasanya UU dibuat untuk mengatur negara sendiri. Simak kinerja neraca perdagangan Indonesia pada databoks berikut:
Selain UU anti deforestasi, Airlangga memperingatkan Uni Eropa meluncurkan satu hambatan dagang baru, yakni pungutan karbon barang impor. Ia mengistilahkan kebijakan itu akan memberi 'penalti' tambahan untuk produk industri smelter dalam negeri yang masuk ke Eropa.
Penalti akan dikenakan apabila produk tersebut tidak atau kurang membayar karbon sesuai standar biaya karbon di Eropa. "Tapi, saya pertanyakan itu murah karena masalahnya terhadap lingkungan atau kompetisi. Ini beberapa hal yang mereka juga akan timbulkan," kata Airlangga.
Dengan meningkatnya hambatan perdagangan tersebut, Airlangga kini mengaku mulai sibuk berkeliling negara. Ia mengatakan telah berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri untuk menghadiri beberapa pertemuan, termasuk ke KTT ASEAN hingga kunjungan ke Eropa dan Amerika Serikat.