Imbas El Nino, Produksi Beras Diprediksi Anjlok 1,5 Juta Ton pada 2023

ANTARA FOTO/Arnas Padda/YU
Buruh tani memanen padi menggunakan alat mesin pertanian (alsintan) di area persawahan Patallassang, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Kamis (11/5/2023). Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat kebutuhan investasi hilirisasi sektor pertanian dan perkebunan untuk lima tahun ke depan sebesar 13 miliar dolar AS.
20/6/2023, 15.01 WIB

Produksi beras diperkirakan turun 1,5 juta ton imbas fenomena El Nino yang diprediksi terjadi pada Juni-Oktober 2023. Hal itu berpotensi menyebabkan harga beras melonjak dan inflasi.

Guru Besar Institut Pertanian Bogor Dwi Andreas mengatakan perkiraan itu berdasarkan pengalaman sebelumnya di mana cuaca El Nino kerap diikuti oleh penurunan produksi beras. Pada 2006, terjadi fenomena El Nino lemah di Indonesia dan produksi padi turun sekitar 5,8%.

El Nino kuat sempat terjadi pada 2-15, namun pemerintah berhasil menanggulangi sehingga produksi padi hanya turun 0,4%. Sementara pada 2019, El Nino yang lemah menyebabkan produksi padi turun hingga 7,7%.

"Setelah itu, kita menikmati cuaca La Nina selama tiga tahun berturut-turut. Sayangnya kita tidak bisa memanfaatkan iklim yang baik itu untuk meningkatkan produksi," kata Dwi Andreas dalam Katadata Forum bertajuk "El Nino Datang Lagi: Bagaimana Antisipasi Sektor Pertanian dan Perunggasan" yang digelar secara virtual, Selasa (20/6).

Andreas memprediksi produksi padi akan turun sekitar 5% pada 2023. Jika disetarakan dengan beras, jumlahnya bisa mencapai 1,5 juta ton.

Menurut Andreas, penurunan produksi beras tersebut akan menyebabkan harga menjadi mahal. Meskipun merugikan konsumen, kenaikan harga beras tersebut akan berdampak positif bagi pendapatan petani.

Pengawas Mutu Hasil Pertanian Ditjen Serealia Kementerian Pertanian, Devid A Sofyan, mengatakan El Nino berpotensi menyebabkan kekeringan yang mengganggu produksi tanaman pangan. Selain itu, El Nino juga meningkatkan serangan hama dan penyakit.

"Meningkatkan organisme penyakit tanaman menyebabkan produksi padi terganggu," ujar Devid.

Berdampak pada Inflasi

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Center for Reform on Economics atau CORE Indonesia , Mohammad Faisal, mengatakan penurunan produksi padi diperkirakan akan menyebabkan inflasi yang lebih tinggi karena mendorong harga pangan ke atas. Tren ini terefleksikan dalam inflasi pada 2019.

“Kurang lebih memang ada tekanan inflasi yang lebih tinggi, ”ujarnya. 

Pada 2019, BPS melaporkan laju inflasi tahunan untuk komoditas bahan makanan mencapai 4,28% setelah kekeringan yang terjadi di tengah El Nino. Tingkat inflasi itu lebih tinggi dari yang terlihat pada tahun sebelumnya, yaitu 3,41%.

Kali ini, harga pangan termasuk beras telah meningkat sejak awal tahun. Pada Mei 2023, indeks harga konsumen (IHK) untuk makanan, minuman, dan tembakau telah naik 4,27% dari tahun sebelumnya. Berdasarkan laporan BPS, beras menjadi salah satu komoditas yang berkontribusi dominan ke inflasi tahunan secara keseluruhan pada Mei 2023.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi padi Indonesia cenderung menurun dalam satu dekade terakhir.Pada 2012 volume produksi padi nasional mampu mencapai 69,05 juta ton gabah kering giling (GKG). Jumlahnya kemudian sempat meningkat hingga mencapai 81,07 juta ton GKG pada 2017.

Namun, mulai 2018 produksi padi anjlok menjadi 59,02 juta ton GKG, dan kembali menurun pada 2019 menjadi 54,6 juta ton GKG. Pada 2020 produksinya naik tipis menjadi 54,64 juta GKG, tapi turun lagi menjadi 54,41 juta ton GKG pada 2021.

Teranyar, produksi padi pada 2022 mencapai 54,74 juta ton GKG. Capaian ini naik tipis dibanding tahun sebelumnya, tapi jauh lebih rendah dibanding sedekade lalu seperti terlihat pada grafik.