Calon presiden nomor urut tiga Ganjar Pranowo mengusulkan pembangunan rusun untuk menurunkan angka kebutuhan atau backlog rumah. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mendata backlog rumah tahun ini mencapai 12,7 juta unit.
Ganjar mengatakan pembangunan rusun akan mengatasi masalah penyempitan lahan di masa depan. Mantan Gubernur Jawa Tengah itu mengaku mendapatkan solusi tersebut dari sister province Jawa Tengah, yakni Fujian, Cina.
"Kedua, kami ingin memberikan kenyamanan lingkungan. Kalau tidak hati-hati, tata ruang bisa hancur karena berbenturan dengan kepentingan, dan biasanya kalah dengan tata uang," kata Ganjar dalam Dialog Capres bersama Asosiasi Pengusaha Indonesia, Senin (11/12).
Lebih jauh, Ganjar menyarankan agar pembangunan rusun tersebut dibangun dengan konsep kawasan Superblok. Dengan kata lain, kawasan rusun tersebut dilengkapi dengan pusat perbelanjaan di satu kawasan.
Ganjar mengatakan pembangunan rusun superblok tersebut dapat dilakukan di Pulau Jawa agar mendapatkan perhatian.
Walau demikian, Ganjar mengakui usulan tersebut akan sulit diterapkan karena akan mengubah kebiasaan masyarakat Indonesia. Ganjar menilai masyarakat saat ini masih condong memilih rumah tapak dibandingkan rumah susun.
Selain itu, Ganjar menilai implementasi usulan tersebut harus didukung oleh beberapa pihak, seperti pemerintah daerah, pemerintah pusat, dan pihak swasta.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Kementerian PUPR Herry Trisaputra Zuna menemukan masalah dalam penyediaan rumah masyarakat perkotaan. Di sisi lain, arus urbanisasi di Indonesia terus berjalan dengan kencang.
Herry mengatakan ada tiga tantangan dalam pembiayaan perumahan di wilayah urban. Pertama, harga tanah yang tinggi sejalan permintaan rumah yang terus naik. Hal tersebut dibarengi dengan utilisasi program pembiayaan perumahan yang masih rendah.
Herry mencatat penggunaan program fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan dan subsidi selisih bunga baru dapat menghadirkan 992 rumah. Artinya, dana dari kedua program tersebut baru dimanfaatkan masyarakat sebanyak 0,05%.
Kedua, pembiayaan untuk sektor informal. Herry mencatat pembiayaan untuk sektor informal baru 18% dari total pekerja informal nasional.
"Terakhir, kualitas perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah tidak ramah lingkungan dan mayoritas di bawah standar," kata Herry dalam International Learning Workshop: Neighborhood Densification di Jakarta, Selasa (29/8).
Reporter: Andi M. Arief