Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengakui realisasi investasi di bidang industri non-migas belum berbanding lurus dengan penyerapan tenaga kerja. Hal tersebut disebabkan fokus pemerintah untuk menyerap investasi teknologi.
Bahlil memaparkan nilai investasi sepanjang 2023 mencapai Rp 1.418,9 triliun atau tumbuh 17,5% secara tahunan. Dana segar tersebut hanya menyerap 1,82 juta tenaga kerja pada tahun lalu.
Dengan demikian, pembukaan lapangan kerja untuk satu orang memerlukan investasi sekitar Rp 778 juta pada 2023. "Investasi kita ini padat teknologi. Kalau memilih investasi padat karya, negara kita tidak bisa maju karena industri padat karya itu gajinya terukur," kata Bahlil dalam konferensi pers di kantornya, Rabu (24/1).
Bahlil menjelaskan pendapatan tenaga kerja di industri padat karya terbilang rendah. Karena itu, pemerintah menargetkan investasi di industri padat modal agar pendapatan masyarakat dapat meningkat.
Pendapatan per kapita nasional tahun lalu hanya US$ 5.100 atau sekitar Rp 3,5 juta per bulan. Menurut dia, pendapatan tenaga kerja di industri padat karya akan lebih tinggi karena membutuhkan keahlian khusus.
Pada saat yang sama, Bahlil mengumumkan penyerapan tenaga kerja dari investasi pada tahun lalu merupakan yang tertinggi selama pemerintahan Presiden Joko Widodo. Angka tersebut naik 20% dari capaian 2022 sejumlah 1,5 juta orang.
"Saya bermimpi anak-anak kami yang tamatan sekolah menengah atas, kejuruan, dan yang sudah bersekolah tidak hanya pandai berteori, tapi punya keahlian khusus," ujarnya.
Namun, Bahlil mengakui jumlah serapan tenaga kerja dari realisasi investasi pelaku usaha mikro dan kecil lebih baik dari industri besar. Nilai investasinya sebesar Rp 278,1 triliun pada 2023 tapi dapat menyerap tenaga kerja hingga 4,86 juta orang.
Dengan kata lain, pembukaan lapangan kerja bagi satu orang hanya membutuhkan investasi Rp 57,2 juta. Secara rinci, seluruh investasi tersebut dilakukan oleh 3,77 juta pelaku usaha mikro dan kecil. Investasi oleh usaha mikro tercatat lebih besar dari usaha kecil atau senilai Rp 155,1 triliun oleh 3,34 juta pelaku.
Mayoritas atau 82,5% dari investasi usaha mikro dan kecil dilakukan oleh pelaku pengusaha di bidang perdagangan dan jasa yang mencapai Rp 229,6 triliun. Investasi oleh usaha mikro dan kecil di bidang manufaktur mencapai Rp 25,7 triliun, sedangkan di bidang primer sekitar Rp 22,8 triliun.
Investasi usaha mikro dan kecil paling banyak terjadi di Jawa Barat senilai Rp 48,1 triliun pada 701.117 proyek. Capaian tersebut diikuti DKI Jakarta senilai Rp 38,2 triliun, Jawa Timur senilai Rp 32,1 triliun, Jawa Tengah senilai Rp 20,9 triliun, dan Banten senilai Rp 17 triliun.