Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia atau Aptindo memperingatkan, sebagian produksi tepung terigu di dalam negeri terancam terhenti pada akhir paruh pertama 2024. Para pengusaha tepung terigu tersebut menyalahkan implementasi Peraturan Menteri Perdagangan No. 36 Tahun 2023 yang membuat mereka terancam kehabisan bahan baku.
Ketua Umum Aptindo Franciscus Welirang menjelaskan hal tersebut disebabkan oleh sulitnya importasi Premiks Fortikan akibat pemberlakuan Permendag No. 36 Tahun 2023. Untuk diketahui, Premiks Fortikan adalah bahan yang memberikan zat gizi mikro pada tepung terigu.
"Jika belum ada solusi pengadaan Premiks Fortifikan sampai dengan bulan April ini, hampir bisa dipastikan pasokan tepung terigu nasional akan berkurang lebih dari 50%," kata Franciscus dalam keterangan resmi, Rabu (17/4).
Franciscus menjelaskan, pemerintah telah mewajibkan tepung terigu di dalam negeri memiliki zat gizi mikro sejak 2000. Menurutnya, hal tersebut hanya dapat dilakukan dengan memasukkan Premiks Fortikan yang saat ini masih 100% bergantung pada impor.
Ia mencatat kebutuhan Premiks Fortikan mencapai 1.800 ton per tahun. Angka tersebut telah disesuaikan dengan volume produksi tepung terigu nasional yang mencapai 6,8 juta ton per tahun.
Franciscus mendata, lima dari tujuh produsen tepung terigu nasional akan kehabisan Premiks Fortikan pada Mei 2024. Kelima produsen tersebut adalah PT Sriboga Flour Mills, Cerestar Group, Wilmar Group, PT Eastern Pearl Flour Mills, dan PT Golden Gran Mills.
PT Indofood Sukses Makmur Tbk dijadwalkan kehabisan Premiks Fortikan pada bulan ini, sedangkan PT bungasari Flour Mills menjadi produsen dengan stok Premiks Fortikan terlama atau hingga Juni 2024.
Oleh karena itu, Franciscus mengaku telah menyurati Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Perdagangan agar mengecualikan Premiks Fotrikan dari daftar larangan terbatas. Dalam surat tersebut, Franciscus juga meminta penjelasan kenapa importasi Premiks Fortikan harus memiliki Perizinan Impor yang sebelumnya hanya memerlukan Laporan Surveyor.
"Sudah hampir dua bulan belum ada balasan. Kami belum pernah mendapatkan arahan yang jelas dan pasti. Kami tidak mungkin memasarkan tepung terigu ke masyarakat tanpa adanya Premiks Fortifikasi," katanya.
Franciscus menjelaskan, zat gizi mikro dalam tepung terigu merupakan upaya pemenuhan hak-hak konsumen oleh produsen. Selain itu, Franciscus berpendapat hilangnya Premiks Fortifikasi dalam tepung terigu dapat berimbas besar pada turunnya beberapa zat gizi di masyarakat, seperti besi, zink, asam folat, dan beberapa jenis vitamin B.
Direktur Eksekutif Aptindo Ratna Sari Loppies sebelumnya mengamati ada perubahan pola konsumsi makanan berbasis tepung terigu di dalam negeri. Menurutnya, makanan berbasis tepung kini ditopang oleh masyarakat berpendapatan menengah ke bawah.
Ratna menjelaskan sebelumnya makanan berbasis tepung seperti roti, mi instan, dan kue didorong oleh masyarakat berpendapatan atas. Namun kelompok ekonomi sosial tersebut kini mengubah pola konsumsi makanan berbasis tepung lantaran menghindari gluten.
"Saat ini konsumsi terigu meningkat di pedesaan dan masyarakat berpendapatan bawah karena mi instan itu sangat murah. Beberapa ribu perak saja sudah bisa makan," ujarnya.