Produsen rokok Minak Djinggo, PT Nojorono Tobacco International, mengungkapkan bahwa kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) sebagai salah satu tantangan besar yang harus dihadapi industri hasil tembakau dan rokok tahun ini.

Penyesuaian cukai terjadi di setiap kategori rokok secara merata. Hanya saja, kenaikan cukai yang lebih rendah terjadi pada kategori SKT, didasarkan pada pertimbangan bahwa SKT masuk dalam sektor padat karya.

Direktur Nojorono Arief Gunadibrata mengatakan bahwa menghadapi kebijakan tersebut pihaknya akan mematuhi setiap peraturan yang ditetapkan negara.

“Kami optimistis bahwa melalui langkah-langkah strategis, perseroan akan tetap dapat berkontribusi memberikan dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan, dengan menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan tanggung jawab sosial yang selama ini kita pegang teguh,” ujarnya, dikutip Sabtu (11/5).

Dia mengatakan bahwa kenaikan cukai membebani industri rokok. Meski begitu, dia memastikan bahwa kinerja Nojorono masih cukup baik dan tetap tumbuh pada tiga bulan pertama tahun ini dengan mengoptimalkan sisa pita cukai rokok 2023 yang bisa digunakan hingga 1 Februari 2024.

“Belum ada pengaruh (kenaikan cukai). Kami masih ada sisa (pita cukai 2023). Karena batas produksi Desember dan rokok yang dipasarkan masih ada yang pakai banderol pita cukai 2023,” kata dia.

Selain itu dia mengatakan bahwa pihaknya akan mengoptimalkan kenaikan cukai yang lebih rendah pada kategori sigaret kretek tangan (SKT) yang termasuk dalam sektor padat karya. “Kenaikan cukai SKT yang paling kecil, itu akan kami optimalkan karena kami punya produksi Minak Djinggo sekitar 500 juta batang setiap tahunnya,” kata Arief.

Arief menambahkan bahwa Nojorono melihat adanya peluang pertumbuhan dan ekspansi dengan melakukan inovasi produk dalam beberapa kategori sigaret. “Terutama sigaret kretek tangan (SKT) dan sigaret kretek mesin yang mengikuti selera dan juga kebutuhan pasar pada pertengahan 2024,” ujarnya.