Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat atau BP Tapera menyatakan 80% dana program Tapera akan ditempatkan di obligasi. Mayoritas surat utang tersebut merupakan obligasi negara dengan peringkat tinggi sehingga risikonya rendah.
"Kebanyakan portofolio kami adalah obligasi dengan grade AAA, artinya investasi kami sangat aman," kata Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho di Kantor Staf Kepresidenan, JakartaJumat (31/5).
Investasi tersebut dipercayakan pada tujuh manajer investasi yang ditunjuk oleh BP Tapera. Heru tidak merinci tujuh manajer investasi yang dimaksud. Ketujuhnya telah menandatangani kontrak investasi kolektif atau KIK.
Berdasarkan laman resmi PT BRI Manajemen Investasi, ketujuh manajer investasi tersebut adalah PT Bahana TCW Investment Management, PT Batavia Prosperindo Aset Manajemen, PT BNI Asset Management, PT BRI Manajemen Investasi, PT Mandiri Manajemen Investasi, PT Manulife Aset Manajemen Indonesia, PT Schroder Investment Management Indonesia. Seluruh manajer investasi tersebut kini menguasai sekitar 70% pasar reksadana di dalam negeri.
Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Kementerian PUPR Herry Trisaputra Zuna mengatakan imbal hasil ketujuh manajer investasi tersebut terbilang kecil atau sekitar 6% sampai 7%. Karena itu, ia menawarkan skema investasi melalui pembangunan rumah inklusif.
Dana kelolaan BP Tapera digunakan untuk membangun dan membeli rumah dengan margin. Margin tersebut akan menjadi imbal hasil bagi pembangunan rumah selanjutnya. "Jadi, uang yang diinvestasikan BP Tapera berada di sektor perumahan, dan rumahnya dibeli orang yang butuh rumah," kata Herry.
Ia memastikan investasi yang dilaksanakan BP Tapera terbilang aman. Selain itu, skema investasinya tidak akan mengulang krisis properti di Amerika Serikat pada 2008 akibat subprime mortgage.
"Pengawasan BP Tapera ini berlapis dan uang yang disimpan dimanfaatkan dengan KPR (kredit pemilikan rumah), sedangkan yang memegang KPR adalah peserta Tapera," ujarnya.
Sebagai informasi, subprime mortgage adalah jenis investasi berbasis kredit pemilikan rumah yang ditawarkan kepada debitur dengan catatan kredit buruk, pendapatan yang tidak mencukupi, dan nilai kredit yang kurang optimal. KPR ini biasanya menampilkan pembayaran uang muka yang rendah, atau bahkan tidak sama sekali.
Ketika itu, bank-bank di AS juga menawarkan pembayaran bulanan awal yang rendah untuk menarik peminjam. Para peminjam biasanya tidak memahami fitur rumit dari pinjaman dan sifat suku bunga dari kredit rumah yang mereka ambil.
Sebagian besar subprime mortgage ini, selain memiliki fitur pembayaran besar dan standar penjaminan di bawah standar, juga merupakan hipotek dengan suku bunga yang dapat disesuaikan atau adjustable rate mortgages (ARMs).
Ketika pemilik rumah mulai gagal membayar kredit pemilikan rumah mereka, pasar sekuritas berbasis KPR tersebut merosot. Hal ini yang memicu kerugian besar bagi bank dan perusahaan investasi.