Industri Baja RI Kecipratan Untung dari Perang Dagang AS-Cina

Arief Kamaluddin | Katadata
Ilustrasi.
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Agustiyanti
21/6/2024, 16.59 WIB

Perang dagang Amerika Serikat dan Cina membawa berkah bagi industri baja di Tanah Air. Indonesian Iron & Steel Industry Association atau IISIA menilai perang dagang membuat peluang ekspor baja Indonesia terbuka luas karena baja dari Cina tidak bisa masuk ke pasar Amerika Serikat. 

Ketua Umum IISIA Purwono Widodo mengatakan, Amerika Serikat berencana menaikkan bea masuk khusus baja dari Negeri Panda sebanyak tiga kali lipat dari saat ini sebesar 25%. Hal ini akan membuat baja dari Cina tak kompetitif lagi di pasar AS.

"Teman-teman dari industri baja di dalam negeri sedang mengejar peluang itu. Dengan demikian, harusnya produksi baja tahun ini meningkat," kata Purwono di Purwakarta, Jumat (21/6).

IISIA memperkirakan, ekspor baja tahun ini naik 18,6% menjadi 7,1 juta ton. Ini akan menjadi rekor kenaikan ekspor tertinggi sejak 2015. 

Sementara itu,  volume produksi baja secara nasional pada tahun ini diperkirakan naik 5,2% menjadi 18,3 juta ton. Peningkatan produksi akan didorong oleh pertumbuhan kinerja ekspor.

Purwono menilai produksi baja nasional bahkan dapat tumbuh hingga 10% secara tahunan pada akhir 2024. Namun, proyeksi tersebut akan sangat bergantung pada performa ekspor dan pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.

Berdasarka data BI, rupiah melemah Rp 967 sepanjang tahun ini menjadi Rp 16.458  per dolar Amerika Serikat. "Kurs rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat lagi bagus untuk meningkatkan produksi ekspor," ujarnya.

Purwono menyampaikan, tantangan peningkatan ekspor baja ke Amerika Serikat adalah minimnya jumlah kapal. Menurutnya, hal tersebut disebabkan oleh meningkatnya tensi geopolitik di beberapa wilayah.

Masalah Baja Impor

Purwono mengatakan, pemerintah telah berhasil menangani isu baja impor ilegal asal Cina pada 2019 melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan No. 24 Tahun 2019. Beleid tersebut mengenakan baja I section dan H section sebesar 11,93% hingga April 2024.

Volume impor baja dari Cina pada 2020-2023 berhasil ditekan di bawah 3,1 juta ton. Namun IISIA meramalkan volume impor baja dari Negeri Panda mencapai rekor baru sejak 2019 mencapai 3,37 juta ton.

Namun, Purwono menilai perang dagang China dan Amerika Serikat memberikan ancaman baru bagi industri baja nasional. Ini karena peningkatan tarif baja Cina di Amerika Serikat berpotensi mengalihkan seluruh baja Cina yang seharusnya ke Negeri Paman Sam ke Asia Tenggara.

Adapun produksi baja dari Negeri Tirai Bambu diproyeksi mencapai sekitar 1 miliar ton tahun ini. Mayoritas baja tersebut akan ditujukan untuk sektor manufaktur dan energi baru terbarukan.

"Sekarang dunia sedang dihadapkan isu kelebihan produksi baja Cina. Kelebihan produksi tersebut diprediksi akan lari ke Asia Tenggara jika Amerika Serikat jadi meningkatkan tarifnya. Ini bukan hanya masalah Indonesia," katanya.

Reporter: Andi M. Arief