Indonesia Dapat Dukungan Amerika Tolak Aturan Deforestasi Uni Eropa

Kemenko Perekonomian
Menko Airlangga Hartanto menekankan, Indonesia terus menyuarakan kekhawatiran aturan deforestasi Uni Eropa ke berbagai pihak terkait.
Penulis: Agustiyanti
18/7/2024, 14.47 WIB

Indonesia aktif memprotes kebijakan deforestasi Uni Eropa atau EUDR yang dinilai merugikan industri sawit di dalam negeri. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut, Indonesia bahkan menjadi inspirasi dan mendapatkan dukungan dari kelompok bipartisan di Amerika Serikat (AS) dan negara lain, yang tergabung dalam Like-Minded Countries (LMC).

"Beberapa waktu lalu, baik Partai Republik maupun Demokrat di AS, juga mempertanyakan EUDR. Jadi, LMC terinspirasi apa yang dilakukan Indonesia dan Malaysia," ujar  Airlangga dalam keterangan resmi di Jakarta, Kamis (18/7). 

Ia menjelaskan, Indonesia terus menyampaikan kekhawatiran banyak negara terhadap EUDR kepada berbagai pihak terkait. Ini dilakukan, juga  melalui penggalangan LMC untuk menerbitkan dua kali joint letters sebagai respons untuk EUDR kepada pimpinan tertinggi EU tertanggal 27 Juli 2022 (14 LMC) dan 7 September 2023 (17 LMC).

AS termasuk dalam barisan negara yang mengkritisi EUDR tersebut. Pada 30 Mei 2024, Pemerintah AS melayangkan surat yang ditujukan kepada EVP Maros Sefcovic, ditandatangani oleh Menteri Pertanian Thomas Vilsack, Menteri Perdagangan Gina Raimondo, dan US Trade Representative (USTR) Katherine Tai.

Melalui surat tersebut, Pemerintah AS menekankan bahwa implementasi EUDR jika sesuai linimasa pada akhir tahun ini akan berdampak negatif secara ekonomi bagi produsen dan konsumen, baik di AS maupun UE. AS pun mendesak Komisi Eropa untuk menunda implementasi EUDR.

Surat tersebut mengidentifikasi empat tantangan penting bagi produsen komoditas di AS untuk memahami dan menyesuaikan terhadap EUDR ini, yakni tidak adanya sistem informasi, kurangnya guidelines dari Komisi Eropa, serta klasifikasi sementara country benchmarking yang mana semua negara produsen dimasukkan dalam risiko standar terlepas dari praktik kehutanan yang diterapkan.

Beberapa negara produsen seperti AS, yang menilai praktik kehutanannya sudah maju dan baik, menganggap klasifikasi ke dalam risiko standar itu merugikan. Surat AS kepada UE tersebut merupakan tindak lanjut dari surat para senator AS kepada USTR Katherine Tai tertanggal 8 Maret 2024, yang menyampaikan kalkulasi potensi kerugian bisnis bahwa EUDR akan membatasi pasar akses produk kehutanan AS ke UE sebesar 3,5 miliar dolar AS per tahun.

Pemerintah AS pun meminta kepada Uni Eropa (UE) menunda implementasi EUDR. Masuknya AS ke barisan negara yang menyerukan penundaan EUDR tidak dipungkiri akan memberikan tekanan kuat bagi Komisi Eropa untuk menunda implementasi EUDR.

Selain AS, negara-negara anggota EU lainnya seperti Austria juga mengkritik kebijakan EUDR. UU Deforestasi  dianggap  akan berdampak negatif terhadap praktik pertanian dan kehutanan skala kecil dan berkelanjutan di Uni Eropa. Mereka mendukung seruan untuk mengecualikan petani kecil (smallholders) dan menunda implementasi EUDR.