Kementerian Pertanian mengaku telah menyiapkan industri bahan bakar minyak nabati atau biofuel dalam meningkatkan produksi biodieselnya untuk kebutuhan dalam negeri.
Hal ini untuk mendukung program campuran biodiesel 50 persen atau B50 dalam bahan bakar solar, yang diusung calon Presiden Terpilih Prabowo Subianto.
"Sekarang perusahaannya sudah siap. Kita siapkan dari sekarang perusahaan yang nantinya seperti arahan Bapak Presiden (Joko Widodo) dan presiden terpilih (Prabowo Subianto) itu kita capai B50 ke depan," kata Amran di Jakarta, Jumat (19/7).
Amran mengatakan pemerintah Indonesia telah mempersiapkan industri biofuel untuk mendukung program B50. Program ini merupakan inisiatif untuk meningkatkan penggunaan bahan bakar nabati hingga 50 persen dari total konsumsi bahan bakar solar di dalam negeri.
Amran tidak menjelaskan lebih rinci mengenai lokasi dan daerah industri yang telah disiapkan untuk mendukung program tersebut. Dia hanya memastikan industri telah siap memproduksi bahan bakar nabati untuk kebutuhan B50.
Saat ini, produksi biofuel Indonesia mencapai 46 juta ton per tahun, dengan sekitar 26 juta ton diekspor ke pasar global. Sementara itu, negara masih mengimpor sekitar 5,3 juta ton solar setiap tahunnya.
Menurutnya, program B50 bertujuan untuk mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor solar dengan menggantikannya dengan biofuel yang berasal dari minyak sawit mentah (CPO). Harapannya implementasi program B50 nanti tidak hanya mengurangi ketergantungan impor solar, tetapi juga dapat meningkatkan harga CPO di pasar internasional.
Dengan meningkatnya harga CPO, petani sawit akan diuntungkan. Apalagi, kata Amran, Indonesia merupakan produsen terbesar CPO dunia dengan pangsa pasar mencapai 58 - 60 persen.
Mentan juga menyoroti potensi Indonesia sebagai penyedia utama bahan baku CPO global. Dia yakin kebijakan B50 tidak akan menimbulkan masalah yang berarti, karena pasokan CPO di Indonesia dipastikan aman dan tidak akan terganggu.
Sementara itu, sejumlah kalangan menilai keberlanjutan program biodesel sebagai bahan bakar nabati yang dicanangkan pemerintah memerlukan penanganan masalah di sektor hulu sawit.
Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Rino Afrino mengungkapkan terdapat beberapa tantangan dalam peningkatan produktivitas sawit.
Beberapa tantangan tersebut di antaranya legalitas lahan. Saat ini sekitar 3,4 juta hektar lahan sawit tervonis dalam kawasan hutan dan terancam hilang. Kemudian, realisasi program peremajaan sawit rakyat (PSR) yang masih di bawah 10 persen dari target atau 390 ribu hektare dari 2,4 juta hektare yang ditetapkan.