Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sedang menyiapkan aturan khusus tindakan pengamanan perdagangan (TPP) untuk membatasi arus impor pakaian jadi. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengungkapkan langkah ini merupakan upaya bersama antar-kementerian yang bertujuan melindungi industri pakaian jadi lokal dari persaingan produk impor yang semakin deras.
“Ini kita sedang kerja sama dengan cepat dengan berbagai kementerian dan lembaga, khususnya tadi disebut oleh Bu Menteri Keuangan, ini dikoordinasikan oleh Menko Perekonomian sehingga kita siap-siap bersama melakukan pembahasan” kata Febrio saat konferensi pers APBN KiTa di Jakarta, Jumat.
Febrio mengatakan rencana ini merupakan respons dari adanya notifikasi Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) pada Kamis (7/11) yang telah memulai penyelidikan perpanjangan tindakan pengamanan perdagangan atau TPP (safeguard measures) terhadap impor barang pakaian dan aksesori pakaian. Komoditas yang dimaksud berasal dari Cina, Bangladesh, Singapura, Vietnam, Turki, Kamboja, India, dan Maroko.
Menurut Febrio, sektor pakaian jadi termasuk salah satu industri penting yang menciptakan lapangan kerja bagi jutaan orang, mulai dari proses produksi hulu hingga hilir. Oleh karena itu, penerapan tindakan perlindungan perdagangan seperti tarif bea masuk dinilai penting untuk menjaga keberlangsungan industri ini.
Ia juga menyebut bahwa salah satu tantangan utama yang dihadapi saat ini adalah persaingan global yang semakin ketat, terutama dengan membanjirnya produk murah dari negara seperti Cina. Kondisi ini kian mempersulit daya saing produk lokal di pasar dalam negeri.
Sebelumnya, Ketua KPPI Franciska Simanjuntak mengungkapkan penyelidikan TPP didasarkan pada permohonan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API). Para pengusaha tekstil mengajukan penyelidikan perpanjangan TPP mewakili industri dalam negeri untuk 131 nomor Harmonized System (HS) delapan digit sesuai dengan Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) Tahun 2022.
Selain itu, keputusan penyelidikan perpanjangan tersebut juga didasarkan pada keputusan pemerintah berdasarkan kepentingan nasional yang menyepakati dimulainya penyelidikan perpanjangan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) produk pakaian dan aksesori pakaian. Berdasarkan bukti awal permohonan penyelidikan perpanjangan yang disampaikan, KPPI mengindikasikan masih terjadi kerugian serius yang dialami pemohon.
"Oleh karena itu, pemohon masih membutuhkan waktu tambahan untuk menyelesaikan program penyesuaian struktur," ujar Franciska.
KPPI mencatat, impor utama pakaian dan aksesori pakaian berasal dari beberapa negara, di antaranya Cina sebesar 35,27 persen, Bangladesh sebesar 16,11 persen, Singapura sebesar 9,25 persen, Vietnam sebesar 9,08 persen, Turki sebesar 5,82 persen, Kamboja sebesar 5,08 persen, India sebesar 4,79 persen, dan Maroko sebesar 3,31 persen. Selain delapan negara tersebut, pangsa impor negara berkembang masih di bawah 3 persen dari total impor 2023.