Ditekan 3 Isu, Industri Hotel dan Restoran Bersiap PHK Karyawan di 2025

ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/aww.
Petugas membersihkan salah satu sudut hotel di Bandung, Jawa Barat, Jumat (5/5/2023).
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Sorta Tobing
19/11/2024, 16.24 WIB

Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia menyatakan ada potensi pengurangan tenaga kerja hingga 50% pada tahun depan. Kondisi ini dipicu kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12%, pemotongan anggaran perjalanan dinas pemerintah, dan pelemahan daya beli kelas menengah. 

Selama ini kegiatan perjalanan dinas pemerintah berkontribusi hingga 40% terhadap total okupansi sektor tersebut. Angkanya dapat naik menjadi 70% untuk wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Maluku, dan Papua. 

"Jumlah tenaga kerja di industri hotel dan restoran akan berkurang kalau okupansi turun, khususnya usaha yang ada di daerah," kata Ketua Umum PHRI Haryadi Sukamdani di Jakarta, Selasa (19/11). 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada pekan lalu mengeluarkan surat edaran untuk mengurangi anggaran perjalan dinas menteri dan pejabatnya. Dalam Surat Edaran Nomor S-1023/MK.02/2024 tertulis pemangkasan anggarannya mencapai 50%. 

Haryadi menyampaikan kebijakan yang sama pernah dilakukan pada tiga bulan pertama 2015 saat Presiden Joko Widodo pertama kali menjabat. Dampak kebijakan tersebut adalah penurunan okupansi ke bawah 50% pada Januari-Maret.

Sektor usahanya, ia menyebut, hanya memiliki pekerja tetap di tingkat manajemen. Sisanya merupakan pekerja kontrak atau harian. Kalau okupansi hotel dan restoran menurun, para pekerja kontrak akan terkenda dampak paling awal. 

Dampak Kenaikan PPN

Selain pemangkasan anggaran perjalan dinas, kenaikan PPN menjadi 12% pada awal tahun depan akan memberatkan industri perhotelan. Kebijakan ini, menurut Haryadi, menjadi kontraproduktif di tengah konsumen hotel yang sedang sensitif dengan harga.

PHRI telah menyurati pemerintah agar kebijakan pemotongan anggaran dinas dan kenaikan PPN dikaji kembali. Hingga saat ini, surat tersebut belum mendapat response dari Kementerian Keuangan maupun Presiden Prabowo Subianto.

Para pengusaha kini menyiapkan langkah mitigasi dengan cara penghematan biaya produksi dan jumlah tenaga kerja.  "Kami berharap, semua data yang ada dapat menjadi pertimbangan agar pemerintah meninjau kembali kebijakan PPN maupun pemotongan anggaran perjalanan dinas," katanya.

Badan Pusat Statistik mendata kamar hotel bintang secara nasional pada September 2024 susut 17 basis poin secara bulanan menjadi 54,68%. Haryadi menilai hal tersebut disebabkan oleh melemahnya daya beli kelas menengah.

Reporter: Andi M. Arief