Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, tidak semua orang yang sembuh dari Covid-19 memiliki antibodi untuk melawan infeksi virus corona. Persoalan kekebalan ini pun masih dikaji lebih lanjut.
“Sehubungan dengan pemulihan dan kemudian terinfeksi lagi, saya yakin kami tidak memiliki jawaban untuk itu. Itu tidak diketahui,” kata Direktur eksekutif program kedaruratan WHO Dr. Mike Ryan dikutip dari CNBC Internasional, Selasa (14/4).
Hal tersebut ia sampaikan saat konferensi pers di kantor pusat WHO di Jenewa. Pada kesempatan itu, ia mengatakan ada pertanyaan tentang apakah virus dapat aktif kembali setelah pasien pulih dan dinyatakan negatif Covid-19.
“Ada banyak alasan mengapa kami melihat kemungkinan reaktivasi infeksi baik dengan (untuk virus) yang sama atau agen lain,” katanya. (Baca: WHO Sebut 70 Vaksin Corona Dikembangkan, Tiga Sudah Diuji ke Manusia)
Secara umum, ada banyak situasi yang memungkinkan seseorang terinfeksi virus corona lagi. “Ketika seseorang tidak menghilangkan virus sepenuhnya dari sistem mereka,” ujar Ryan.
Terkait kekebalan pasien yang sudah sembuh, Ryan merujuk pada studi di Shanghai, Tiongkok. Dalam studi ini, beberapa pasien tidak memiliki respons antibodi terhadap virus corona.
Meski begitu, ada beberapa pasien lainnya mempunyai antibodi yang tinggi atas Covid-19. Namun, jika ditanya apakah pasien memiliki respons antibodi yang kuat terhadap virus corona, “itu pertanyaan terpisah,” kata ilmuwan WHO Dr. Maria Van Kerkhove.
(Baca: Kasus Corona di Dunia Nyaris 2 Juta Orang, Naik Dua Kali dalam 11 Hari)
Para pejabat WHO mengaku butuh lebih banyak data dari pasien yang pulih untuk memahami respons antibodi mereka terhadap virus corona. "Itu merupakan sesuatu yang benar-benar perlu kami pahami dengan lebih baik, seperti apa tanggapan antibodi dalam hal kekebalan," kata Van Kerkhove.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (AS) mengatakan, mereka sedang mengembangkan tes untuk mendeteksi antibodi virus corona. Hal ini untuk mengetahui apakah seseorang bisa kebal terhadap penyakit tersebut.
Kendati begitu, WHO belum mengetahui dengan pasti, apakah studi tersebut dapat menjelaskan apakah pasien yang sudah sembuh kebal terhadap Covid-19.
(Baca: Kandidat Vaksin Covid-19 yang Didanai Bill Gates Diuji Coba ke Manusia)
Mengingat penelitian-penelitian seperti itu masih dilakukan, pejabat WHO memperingatkan untuk tidak mencabut pembatasan sosial. Walaupun Presiden AS Donald Trump berencana membuka kembali aktivitas ekonomi sesegera mungkin.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, pembatasan sosial harus dilakukan bertahap. “Langkah-langkah kontrol harus diangkat perlahan dan dengan kontrol. Itu tidak bisa terjadi sekaligus,” katanya.
Ia juga meminta semua negara mempertimbangkan beberapa hal, sebelum memutuskan untuk memperlonggar pembatasan sosial ketika jumlah kasus positif Covid-19 menurun. Pertimbangan itu di antaranya memastikan penularan virus corona terkendali.
Sistem pengawasan harus tersedia untuk mendeteksi, mengisolasi, dan merawat pasien. Wabah di rumah sakit dan panti jompo harus diminimalkan. Langkah-langkah pencegahan di lokasi penting seperti sekolah dan tempat kerja harus tersedia.
Lalu, risiko penularan penyakit dari pendatang negara lain harus terkendali. "Langkah-langkah pengendalian hanya dapat dicabut jika langkah-langkah kesehatan masyarakat yang tepat ada, termasuk kapasitas yang signifikan untuk pelacakan kontak," kata Tedros.
(Baca: Pengusaha RI Kembangkan Alat Uji untuk Deteksi Covid-19 dalam 10 Menit)