Bendera Merah Berkibar, Iran Siap Balas Serangan AS

ANTARA FOTO/REUTERS/Hossein Mersadi/Fars news agency/WANA (West Asia News Agency)
Warga menghadiri pemakaman Mayor Jenderal Iran Qassem Soleimani, kepala pasukan elite Quds, di Ahvaz, Iran, Minggu (5/1/2020).
Penulis: Hari Widowati
6/1/2020, 11.08 WIB

Bendera merah berkibar di atas kubah Masjid Jamkaran, di Kota Suci Qom, Iran dalam upacara penghormatan terhadap almarhum Mayor Jenderal Qassem Soleimani, yang tewas akibat serangan udara Amerika Serikat (AS) di Irak. Hal ini menandakan Iran siap membalas serangan AS.

Dalam sejarah Syiah, bendera merah adalah simbol pertumpahan darah yang tidak adil dan menjadi panggilan untuk membalaskan dendam orang yang tewas. Pengibaran bendera merah tersebut merupakan yang pertama kali terjadi dalam sejarah Iran setelah negara tersebut bersumpah akan menuntut balas atas kematian Jenderal Soleimani.

Seperti dilansir metro.co.uk, ribuan orang yang mengantarkan jenazah Soleimani ke pemakaman menggumamkan kutukan terhadap tindakan AS, Minggu (5/1). Komandan Pasukan Elite Quds, Qassem Soleimani, tewas dalam serangan udara AS di bandara utama Baghdad, Irak yang diperintahkan oleh Presiden AS Donald Trump, Jumat (3/1).

AS menuding Soleimani merencanakan serangkaian serangan yang bisa membahayakan pasukan AS dan para diplomat di Timur Tengah. Ia juga dinilai bertanggung jawab atas serangan terhadap pasukan AS dan sekutunya sejak mereka melakukan invasi ke Irak pada 2003.

Pasukan elite Quds memiliki jaringan di Irak, Lebanon, Afghanistan, dan Yaman. AS menyebut Soleimani dan pasukannya sebagai teroris. Namun, Soleimani dan pasukannya juga dinilai berjasa membantu pasukan Suriah memukul mundur ISIS pada tahun lalu.

Minggu (5/1) malam, Trump mengirim tambahan 3.000 pasukan ke Kuwait untuk memperkuat keberadaan militer AS di Timur Tengah. Departemen Luar Negeri AS memerintahkan seluruh warga negaranya untuk meninggalkan Irak dan menutup Kedutaan Besar AS di Baghdad. Pemerintah Inggris dan Prancis juga mengeluarkan larangan bagi warganya untuk bepergian ke Irak dan Iran. Sejumlah ahli menyatakan, para wisatawan asing yang ada di kedua negara tersebut akan dievakuasi ke Uni Emirat Arab (UEA).

Presiden Iran Hassan Rouhani mengunjungi istri Soleimani untuk menyampaikan pernyataan berkabung. "Amerika tidak menyadari kesalahan besar yang mereka lakukan. Mereka akan melihat dampak dari tindakan kriminal ini, bukan hanya sekarang tapi juga beberapa tahun ke depan," ujar Rouhani.

(Baca: Serangan AS Tewaskan Jenderal Iran, Warganet Khawatir Perang Dunia III)

Sejumlah warga Amerika Serikat (AS) berunjuk rasa di depan Trump International Hotel. (ANTARA FOTO/REUTERS/Jan Wolfe)

Rencana Serangan Siber 

Iran diperkirakan merencanakan serangan siber besar-besaran serta serangan terhadap militer AS maupun bisnisnya di Timur Tengah, termasuk kapal-kapal tanker yang melewati Selat Hormuz. Selat sepanjang 21 mil itu merupakan jalur penting dalam perekonomian dunia. Sekitar 30% pengiriman minyak dunia dari kawasan Teluk melewati Selat Hormuz.

Irak juga mengutuk serangan udara AS dan menyebut tindakan tersebut melanggar kedaulatannya. Irak meminta AS menarik 5.200 pasukannya di negara tersebut. Pasukan AS itu ditempatkan untuk mencegah aksi teror dari kelompok ISIS.

Parlemen Irak telah menyetujui resolusi untuk mengakhiri keberadaan pasukan asing di negara tersebut. Hal ini menunjukkan kekhawatiran Irak terhadap serangan balasan yang bisa menyebabkan terjadinya perang antara AS dan Iran yang menempatkan Irak dan negara lain di Timur Tengah dalam kondisi sulit.

(Baca: Konflik Timur Tengah Makin Sengit, Harga Minyak Terus Menguat)

Trump Ancam Hancurkan 52 Titik di Iran

Cuitan Trump mengenai Iran kembali menuai kontroversi. Sabtu (4/1) lalu, melalui akun @realDonaldTrump, ia mengancam akan membidik 52 titik, termasuk situs-situs bersejarah di Iran jika Iran menyerang pasukan AS atau aset-aset Paman Sam untuk membalas dendam atas kematian Soleimani.

Menurut Trump, ke-52 target tersebut mencerminkan 52 warga negara AS yang ditawan oleh Iran sejak bertahun-tahun lalu. "Iran akan diserang dengan sangat cepat dan keras. AS tidak menginginkan ada ancaman lagi," kata Trump melalui akun Twitternya.

Ia juga menyebutkan bahwa AS membelanjakan dana US$ 2 triliun untuk peralatan militer yang terbesar dan terbaik di dunia. Jika Iran menyerang seorang warga negara AS atau basis militer AS, Trump tidak ragu untuk mengirim peralatan militer terbaiknya untuk membalas tindakan Iran.

Seperti dilansir Reuters, Partai Demokrat mengkritik tindakan Trump yang menyetujui serangan udara tersebut sebagai tindakan yang ceroboh. Begitu pula dengan rencananya untuk membidik 52 situs penting di Iran. Namun, para anggota Partai Republik di Kongres AS pada dasarnya mendukung langkah Trump.

Trump juga mengancam akan menerapkan sanksi ekonomi kepada Irak jika negara tersebut berkukuh meminta pasukan AS dan sekutunya meninggalkan Irak. "Kami akan mengenakan sanksi yang tak pernah mereka lihat sebelumnya. Sanksi itu akan membuat sanksi untuk Iran terlihat remeh," ujar Trump.

(Baca: Harga Emas Makin Bersinar di Tengah Konflik AS-Iran)