Dampak Pajak Digital, AS Ancam Naikan Tarif Impor Produk Prancis

ANTARA FOTO/REUTERS/ Tom Brenner
Ilustrasi, Presiden Amerika Serikat Donald Trump membentuk siluet saat menjadi pembicara pada reli 'Keep America Great' di Santa Ana Star Center di Rio Rancho, New Mexico, Amerika Serikat, Senin (16/9/2019).
Penulis: Desy Setyowati
3/12/2019, 13.52 WIB

Pemerintah Amerika Serikat (AS) berencana menaikkan tarif bea masuk hingga 100% atas barang impor asal Prancis senilai US$ 2,4 miliar seperti champagne, tas tangan, keju dan lainnya. Langkah ini ditempuh lantaran kebijakan terkait pajak layanan digital Prancis dianggap merugikan perusahaan teknologi AS.

Kantor Perwakilan Dagang AS (United States Trade Representative/USTR) merilis hasil penyelidikan bertajuk ‘section 301’ atas pajak layanan digital (Digital Services Tax/DST) Prancis. Hasilnya, USTR menilai bahwa Prancis tidak konsisten dengan prinsip kebijakan perpajakan internasional yang berlaku.

“Itu sangat memberatkan bagi perusahaan-perusahaan AS yang terpengaruh,” demikian kata USTR dalam laporannya dikutip dari Reuters, Selasa (3/12). Perusahaan itu termasuk Google Alphabet Inc Google (GOOGL.O), Facebook Inc (FB.O), Apple Inc (AAPL.O), dan Amazon.com Inc (AMZN.O).

Pejabat USTR Robert Lighthizer mengatakan, pemerintah tengah menjajaki kemungkinan untuk membuka penyelidikan serupa terkait pajak layanan digital Austria, Italia, dan Turki. "USTR berfokus melawan proteksionisme yang berkembang di negara-negara Uni Eropa, yang secara tidak adil menargetkan perusahaan AS," kata dia.

(Baca: Darurat Pajak Perusahaan Digital, Saatnya Negara Berkembang Bersuara)

USTR pun berencana mengumpulkan komentar publik terkait daftar tarif yang diusulkan dan opsi pengenaan biaya atau pembatasan atas layanan Prancis pada 14 Januari 2020. Audiensi public dijadwalkan pada 7 Januari 2020.

Namun, bukan berarti kenaikkan tarif bea masuk barang impor asal Prancis berlaku pada tanggal tersebut.

USTR menargetkan beberapa produk yang sebelumnya tidak dikenakan tarif 25%, seperti anggur, tas tangan hingga produk kecantikan seperti L’Oreal dan LVMH. Jika kenaikkan tarif atas barang impor asal Prancis ini jadi diterapkan, maka produk-produk yang sebelumnya bebas bea masuk itu bakal dikenakan juga.

Anggota Parlemen AS dan Kelompok Industri Teknologi AS mendukung rencana penerapan kebijakan tersebut. "Pajak layanan digital Prancis tidak masuk akal, proteksionis dan diskriminatif," kata Senator Partai Republik Charles Grassley dan Senator Partai Demokrat Ron Wyden dalam pernyataan bersama.

(Baca: Susul Australia dan Italia, Sri Mulyani Bakal Kejar Pajak Netflix)

Presiden AS Donald Trump tidak pernah secara resmi mendukung kebijakan itu. Akan tetapi, ia juga tidak pernah membantah pernyataan bahwa kebijakan pajak digital Prancis tidak masuk akal.

Juru bicara untuk kedutaan Perancis dan delegasi Uni Eropa di Washington tidak dapat dihubungi untuk dimintai tanggapan. Namun, sebelum rilis laporan USTR, seorang pejabat Prancis mengatakan bahwa pemerintah membantah temuan USTR.

Pejabat tersebut mengatakan, pajak digital tidak ditujukan khusus pada perusahaan teknologi AS. "Kami tidak akan menyerah terkait pajak (perusahaan digital),” kata pejabat itu.

Pemerintah Prancis memungut pajak 3% atas pendapatan dari layanan digital. Kewajiban itu berlaku bagi perusahaan yang memperoleh penghasilan lebih dari 25 juta euro atau US$ 27,86 juta di Prancis dan 750 juta euro atau US$ $ 830 juta) di seluruh dunia.

(Baca: Suryo Utomo Dirjen Pajak, Sri Mulyani Berpesan Soal Ekonomi Digital)