Laba Perusahaan Manufaktur Tiongkok Anjlok Terimbas Perang Dagang

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Ilustrasi. Laba bersih perusahaan-perusahaan manufaktur Tiongkok pada September turun 5,3% dibanding periode yang sama tahun lalu terimbas perang dagang dengan AS.
Penulis: Agustiyanti
27/10/2019, 13.13 WIB

Perusahaan-perusahaan manufaktur di Tiongkok mencatatkan penurunan laba bersih pada September sebesar 5,3% dibanding periode yang sama tahun lalu. Penurunan keuntungan terjadi akibat perekonomian yang melambat sebagai dampak perang dagang berlarut-larut dengan Amerika Serikat (AS). 

Dikutip dari Reuters, data Biro Statistik Nasional (NBS) Tiongkok mencatatkan laba bersih perusahaan-perusahaan di sektor industri pada September 2019 sebesar 575,6 miliar yuan atau sekitar Rp 1.143 triliun (kurs Rp 1.986 per yuan). Penurunan keuntungan semakin dalam dibanding bulan lalu yang tercatat turun 2% dibanding periode yang sama tahun lalu.

Sektor industri Tiongkok secara keseluruhan tertekan oleh tarif yang dikenakan Amerika Serikat (AS). Penurunan kinerja keuntungan sudah terlihat sejak paruh kedua tahun lalu.

Namun, penurunan keuntungan ini sebenarnya kontras dengan perbaikan produksi sektor manufaktur pada September. Berdasarkan survei, pertumbuhan produksi industri pada September lebih baik dari perkiraan yang menunjukkan peningkatan permintaan domestik.

(Baca: Pertama Kalinya, Jumlah Unicorn Tiongkok Melampaui AS)

Harga barang dari pabrik yang dianggap sebagai barometer utama dari profitabilitas perusahaan anjlok paling dalam sejak tiga tahun terakhir. Hal ini seiring pertumbuhan ekonomi yang turun ke level terendah dalam 30 tahun terakhir.

Pada Januari-September, perusahaan-perusahaan di sektor industri memperoleh keuntungan 4,59 triliun yuan atau sekitar Rp 8.976 triliun, turun 2,1% dibanding periode yang sama tahun lalu. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan kinerja keuntungan dalam delapan bulan terakhir.

Ahli Statistik di NBS Zhu Hong menjelaskan penurunan ini terutama disebabkan oleh faktor-faktor seperti penurunan harga produk industri di pabrik dan perlambatan pertumbuhan penjualan.

Laba BUMN tergelincir 9,6 persen dalam tiga kuartal pertama tahun ini. Sektor yang paling terkena dampak adalah industri pengolahan minyak, batu bara dan bahan bakar lainnya, di mana laba turun 53,5 persen pada periode Januari-September.

Keuntungan industri nonbaja, manufaktur mesin dan peralatan listrik, dan sektor minuman beralkohol semuanya melawan tren, mencatat kenaikan laba.

(Baca: IMF Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok Anjlok di Bawah 6% pada 2020)

AS dan Tiongkok tengah berupaya meneken kesepakatan perdagangan tahap pertama yang akan dilakukan dua pimpinan negara itu pada bulan depan. Kedua negara negara ekonomi terbesar di dunia itu mencoba mengakhiri perang dagang yang berlarut-larut dan telah terjadi selama lebih dari setahun yang telah mengganggu perdagangan global.

Berdasarkan polling yang dilakukan Reuters, pertumbuhan ekonomi Tiongkok diperkirakan melambat ke level terendah dalam 30 tahun dekat dari 6,2% tahun ini dan melambat lebih lanjut menjadi 5,9% pada tahun 2020.

Prediksi tersebut menggarisbawahi tantangan yang dihadapi Beijing bahkan ketika pemerintah Negara Tembok Raksasa ini meningkatkan stimulus di tengah perang dagang.

Liabilitas perusahaan industri meningkat 5,4% dari tahun sebelumnya menjadi 66,49 triliun yuan pada akhir September, dibandingkan dengan kenaikan 5,0% pada Agustus.

Keuntungan sektor swasta naik 5,4% pada Januari-September, melambat dari pertumbuhan 6,5% dalam delapan bulan pertama.