Tiongkok dikabarkan ingin mengadakan lebih banyak negosiasi pada bulan ini untuk menuntaskan perincian kesepakatan perdagangan "fase satu" yang digembar-gemborkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sebelum Presiden Tiongkok Xi Jinping setuju untuk menandatanganinya.
Dikutip dari Bloomberg, seorang sumber yang tak ingin disebut namanya menyebut Beijing ingin mengirim delegasi yang dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri Liu He untuk menyelesaikan kesepakatan tertulis yang dapat ditandatangani oleh kedua presiden pada KTT Kerjasama Ekonomi Asia-Pasifik bulan depan di Chili.
Sumber lain yang juga tak ingin diungkap identitasnya menyebut Tiongkok ingin Trump membatalkan kenaikan tarif yang direncanakan pada bulan Desember selain kenaikan yang dijadwalkan minggu ini, yang belum disetujui AS.
Indeks S&P 500 sedikit berubah, Eropa Stoxx 600 jatuh dan yen naik karena investor semakin pesimis pada kesepakatan dagang keduanya.
AS dan Tiongkok memulai pembicaraan pada minggu lalu, tanpa merinci apa yang ada dalam perjanjian dan seberapa dekat mereka dengan rencana penandatanganan dokumen.
“Kami telah mencapai kesepakatan, cukup banyak, untuk membuatnya ditulis," ujar Trump yang mengindikasikan mungkin perlu beberapa minggu lagi untuk meneken kesepakatan.
(Baca: Data Ekspor-Impor Tiongkok Lesu, Rupiah Melemah Tipis)
Kementerian Perdagangan Tiongkok melalui Kantor Berita Xinhua hanya mengatakan bahwa kedua belah pihak telah membuat kemajuan substansial dan setuju untuk bekerja sama dalam arah kesepakatan akhir.
Menteri Keuangan Steven Mnuchin, berbicara dalam sebuah wawancara pada hari Senin di CNBC, mengatakan ia mengharapkan para pejabat untuk bekerja dalam beberapa minggu mendatang guna menyiapkan tahap pertama kesepakatan yang akan diteken kedua belah pihak. Jika kesepakatan fase I batal, ia memastikan pajak impor AS yang baru untuk produk-produk Tiongko akan dikenakan mulai 15 Desember.
Kementerian Perdagangan Tiongkok tidak segera menanggapi permintaan komentar atas pembicaraan lebih lanjut. Geng Shuang, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri menegaskan pada hari Senin bahwa kedua belah pihak telah membuat kemajuan dan mengatakan ia berharap AS akan bekerja dengan Tiongkok dan bertemu di tengah jalan satu sama lain.
Investor masih menduga-duga apakah AS dan Tiongkok mencapai terobosan dalam perang dagang 18 bulan. Angka-angka perdagangan September yang lebih buruk dari yang diperkirakan di Tiongkok menggarisbawahi meningkatnya tekanan pada Trump dan Xi untuk mencapai kesepakatan untuk mencegah perlambatan yang lebih luas dalam ekonomi global.
(Baca: Ekspor dan Impor Anjlok, Surplus Dagang Tiongkok Naik pada September)
Beijing menjadi semakin waspada terhadap pernyataan dari Trump. Kepercayaan antara kedua belah pihak mengalami pukulan besar pada Mei 2018, ketika Trump menghentikan kesepakatan bagi Tiongkok untuk membeli lebih banyak energi dan barang pertanian untuk mempersempit defisit perdagangan.
Trump lebih jauh menabur ketidakpercayaan pada bulan Agustus ketika dia mengklaim bahwa para pejabat Tiongkok telah menelepon dan meminta untuk memulai kembali pembicaraan perdagangan.
Bagi Xi, dipandang tidak layak secara politis untuk menerima kesepakatan akhir yang tidak menghapus tarif hukuman sama sekali. Nasionalis di Partai Komunis telah menekannya untuk menghindari penandatanganan "perjanjian yang tidak adil" yang mengingatkan orang-orang Tiongkok dengan kekuatan kolonial.
"AS harus mengakui ancaman tarif Desember jika mereka ingin menandatangani kesepakatan selama KTT APEC, jika tidak, itu akan menjadi perjanjian yang memalukan bagi China," kata Huo Jianguo, mantan pejabat kementerian perdagangan Tiongkok yang sekarang adalah wakil ketua Masyarakat China.
Menurut riset Fitch Ratings dan Oxford Economics, eskalasi perang dagang menjadi ancaman nyata bagi pertumbuhan global. Meksiko menjadi negara yang paling terpengaruh oleh perang dagang tersebut, seperti terlihat dari grafik di bawah ini.