Salah Kelola Data Pengguna, Facebook Bayar Denda US$ 5 Miliar

Katadata
Facebook bersedia membayar denda US$ 5 miliar tetapi beberapa anggota FTC menilai denda saja tidak cukup.
Penulis: Hari Widowati
25/7/2019, 10.09 WIB

Facebook Inc setuju membayar denda senilai US$ 5 miliar atau sekitar Rp 70 triliun atas kesalahan perusahaan dalam mengelola data personal penggunanya. Kesepakatan itu diumumkan dalam pernyataan resmi Komisi Perdagangan Federal (FTC) Amerika Serikat (AS) pada Rabu (24/7).

Menurut Komisi Perdagangan Federal, ini adalah denda terbesar yang pernah dijatuhkan kepada sebuah perusahaan teknologi atas alasan pelanggaran privasi pengguna. Berdasarkan kesepakatan tersebut, CEO Facebook Mark Zuckerberg harus melapor dalam laporan kuartalan maupun tahunannya mengenai langkah-langkah yang diambil perusahaan untuk melindungi data pengguna.

Sesuai kesepakatan tersebut, Facebook juga harus membentuk Komite Privasi di luar dewan direksinya sehingga keputusan mengenai penggunaan data dan privasi pengguna jejaring sosial itu terlepas dari campur-tangan direksi. Seperti dilansir VOA.com, Komite Privasi bertanggung jawa menyetujui staf di bidang kepatuhan yang akan bekerja sama dengan Zuckerberg untuk memastikan perusahaan teknologi itu mematuhi regulasi dan memberikan laporan berkala kepada Komisi Perdagangan Federal.

(Baca: Instagram, Facebook, dan WhatsApp Bermasalah Lagi di Seluruh Dunia)

Facebook juga harus meninjau kembali privasi dari setiap produk baru atau produk yang dimodifikasi sebelum ketentuan itu diterapkan. "Meskipun berkali-kali berjanji akan mengontrol informasi yang dibagikan oleh miliaran penggunanya di dunia, Facebook mengabaikan pilihan konsumen," ujar Ketua Komisi Perdagangan Federal AS, Joe Simons, seperti dikutip VOA.com.

Sanksi denda senilai US$ 5 miliar dan pemulihan hak konsumen ini merupakan hal yang tak pernah dibayangkan dalam sejarah Komisi Perdagangan Federal AS. "Pemulihan ini bukan hanya didesain untuk menghukum pelanggaran di masa depan, yang terpenting adalah mengubah budaya privasi Facebook dan mengurangi pelanggaran," ujar Simons. Komisi sangat memperhatikan masalah privasi konsumen dan meminta Facebook mematuhi peraturan yang berlaku.

(Baca: Facebook Didenda Rp 70 Triliun Terkait Kebocoran Data Pengguna)

Investigasi Buntut Skandal Cambridge Analytica 

Komisi Perdagangan Federal membuka investigasi terhadap Facebook pada akhir tahun lalu. Ini merupakan buntut dari bocornya informasi pribadi dari jutaan pengguna Facebook dalam skandal yang melibatkan Cambridge Analytica.

Investigasi itu dilakukan untuk memastikan apakah Facebook melanggar kesepakatan yang dibuat pada 2012. Saat itu, Komisi memerintahkan perusahaan teknologi itu meminta persetujuan konsumen sebelum membagikan data mereka kepada pihak ketiga.

Facebook dikenakan denda jumbo lantaran dinilai menggunakan pernyataan yang 'menipu' dan pengaturan yang mengabaikan pilihan privasi konsumen. Dua orang anggota Komisi dari Partai Demokrat mengambil keputusan yang berbeda dengan keputusan Komisi. Pasalnya, mereka menilai denda itu tidak cukup untuk menghukum Facebook.

“Kesepakatan yang diusulkan kecil dampaknya terhadap model bisnis atau praktik yang mengarah pada pelanggaran hal serupa," tulis Anggota Komisi Rohit Chopra dalam dissenting statement. Kesepakatan Facebook dan Komisi Perdagangan Federal juga tidak mencakup larangan terhadap pengawasan dan strategi iklan massal perusahaan.

(Baca: Uang Digital Facebook Ditolak karena Alasan Regulasi hingga Keamanan)

Pertanyaan-pertanyaan mengenai pelanggaran privasi konsumen membayangi para pengguna Facebook selama bertahun-tahun. Dalam rapat dengar pendapat di Parlemen AS mengenai rencana peluncurkan mata uang digital Facebook, para anggota parlemen mempertanyakan kepastian perlindungan terhadap privasi penggunanya. Dalam kesepakatan tersebut, Facebook juga menyatakan tidak melakukan pelanggaran.

(Baca: Facebook dan Pebisnis Mata Uang Digital Klaim Libra Kebal Penipuan)