Qatar sedang mencari jalan keluar segera dari isolasi negara-negara tetangganya di kawasan Timur Tengah karena dianggap mendukung para teroris. Jika kondisi ini berlarut maka dapat membahayakan perekonomian di dalam negeri Qatar. Perang pun termasuk salah satu jalan keluar dari krisis tersebut.

Beberapa pihak mempertanyakan pasokan makanan untuk masyarakat Qatar saat ini. "Qatar memiliki beberapa pilihan lain untuk mendatangkan bahan makanan," kata CEO Gulf State Analytics, lembaga konsultansi risiko politik yang berkantor di Washington, Giorgio Cafiero, seperti dilansir Forbes, Minggu (11/6).

Sejumlah opsi yang dimiliki Qatar antara lain dengan mengimpor makanan melalui perbatasan laut Qatar dan Iran, serta melaui jalur udara Qatar. (Baca: Krisis Negara Arab Tak Kacaukan Piala Dunia dan Ekspor Gas Qatar)

Larangan terbang bagi maskapai serta larangan perdagangan yang berlaku sejak 23 Mei lalu dari hampir separuh negara-negara di kawasan tersebut telah mengancam stabilitas perekonomian Qatar. Alhasil, negara kecil di Teluk Persia ini menyiapkan tiga skenario untuk mengatasi krisis.

1. Mengandalkan negara-negara sahabat

Pada Sabtu pekan lalu (10/6), berdasarkan siaran internasional stasiun televisi Al-Jazeera, 10 negara telah memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar. Meski begitu, Qatar masih memiliki beberapa negara sahabat.

Sehari sebelumnya, Turki memutuskan memberikan bantuan dengan mengirim makanan serta obat-obatan yang diperlukan. Begitu pula dengan Iran, yang tetap memberikan dukungan. Sementara itu, Filipina sebagai penyumbang tenaga kerja terbesar untuk Qatar, menghapuskan kebijakan larangan pengiriman pekerja migran ke negara tersebut.

Sekitar lima persen dari tenaga kerja Filipina yang bekerja di luar negeri, berada di Qatar. Jumlah ini bahkan melampaui penduduk asli Qatar. India pun memberikan bantuan. Jadi, kehidupan masyarakat Qatar tetap bisa berlanjut.

2. Membuat kesepakatan dengan negara-negara Timur Tengah yang berseteru

Negara-negara tetangga Qatar yang berada pada posisi netral, yaitu Kuwait dan Oman, sedang mencari jalan keluar bagi persoalan yang dihadapi Qatar. Amerika Serikat yang masih menggunakan pangkalan udara al-Udeiba di Qatar untuk memerangi teroris, diminta untuk mengajukan resolusi.

Berdasarkan laporan Al-Jazeera dua pekan lalu, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Rex Tillerson meminta Arab Saudi, Mesir, dan Uni Emirat Arab (UAE) menghentikan isolasi terhadap Qatar. Dalam pidatonya pada Jumat pekan lalu (9/6), Tillerson menyatakan pertemuan Dewa Kerjasama Teluk (Gulf Cooperation Council) yang terdiri atas enam  negara persekutuan politik dan ekonomi, termasuk Qatar, harus menemukan jalan keluar.

Pemimpin atau Emir Qatar dinilai perlu melakukan lebih banyak tindakan secara cepat untuk mengusir  elemen-elemen ekstremis dari negaranya. "Qatar merupakan rumah bagi pangkalan militer al-Udeiba, yang menerbangkan pesawat militer Amerika Serikat dan Inggris untuk membom target-target ISIS," kata Ameer Ali, dosen dari Sekolah Bisnis dan Pemerintah Murdoch University di Australia.

"Ini yang menyebabkan Presiden Donald Trump putus asa dalam mencari penyelesaian bagi persoalan Watar," kata Ali. (Ekonografik: Qatar Dikucilkan Dunia Arab)

Jika Qatar, yang berpenduduk 2,24 juta jiwa ini, bisa meyakinkan negara-negara yang marah seperti Arab Saudi, bahwa negaranya tidak memberikan dukungan bagi ISIS, maka pintu diplomasi akan terbuka kembali.

3. Menghadapi peperangan

Jika perang terjadi, maka Qatar bisa melakukan pembelaan atas tuduhan mendukung kelompok Hamas, yang dianggap pemerintah-pemerintah asing sebagai teroris. Tudingan yang sama bisa diarahkan kepada gerakan politik dan sosial Islam Persaudaraan Muslim Sunni (Muslim Brotherhood Sunni).

Ali pun menyebut Arab Saudi bisa dianggap mendanai kelompok-kelompok teroris seperti Al-Qaeda, Taliban, serta Laskar e-Taiba. Namun, apabila tudingan serupa diterima Arab Saudi sebagai salah satu negara pengecam Qatar, maka Arab Saudi akan semakin marah dan memberikan tekanan ekonomi dan diplomatik yang lebih besar terhadap Qatar.

"Dan apakah mereka akan saling menuduh?" ujar Ali. (Baca: Krisis Qatar, Beberapa Rute Qatar Airways dari Indonesia Dialihkan)