Dampak Trump Cabut Status Khusus Hong Kong Bagi Ekonomi AS & Tiongkok
Hong Kong menjadi medan perang baru antara Amerika Serikat (AS) dengan Tiongkok. AS mengancam akan menghapus status khusus Hong Kong. Hal ini menyusul pengesahan UU Kemananan Nasional Hongkong, Kamis (28/5), oleh Kongres Rakyat Nasional Tiongkok (NPC).
Dalam rapat di Gedung Balai Agung Rakyat, 2.878 anggota NPC menyetujui UU tersebut. Hanya satu orang yang menolak, sementara enam orang abstain. Implikasi dari pengesahan UU ini adalah larangan tindakan yang dikategorikan sebagai penghasutan, pemisahan diri, dan subervsi. Begitu juga memungkinkan badan-badan keamanan Tiongkok beroperasi di Hong Kong.
Dalam prosesnya, UU tersebut mendapat gelombang protes massa di Hong Kong. Para pemrotes menilainya dapat membuat Hong Kong semakin berada di bawah cengkeraman Tiongkok. Tak seperti sebelumnya yang berada dalam posisi istimewa di bawah peraturan “satu negara, dua sistem” pasca wilayah ini diserahkan Inggris ke Tiongkok pada 1997, sekaligus mengakhiri masa Perang Opium.
(Baca: Parlemen Tiongkok Setujui UU Keamanan, AS Sebut Hong Kong Tak Otonom)
Berdasarkan aturan “satu negara, dua sistem”, Hong Kong berbeda dengan wilayah Tiongkok lain. Wilayah ini bebas menjalin hubungan internasional dan ekonomi terpisah dari Beijing. Termasuk membuat perjanjian Akta Kebijakan AS-Hong Kong pada 1992 yang memberikan perlakuan perdagangan khusus bagi wilayah ini dari AS.
Namun Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo sehari sebelum pengesahan menyatakan, UU Keamanan telah mencederai demokrasi di Hong Kong. Ia pun menyebut tak akan ada yang bisa memastikan Hong Kong tetap memiliki otoritas tinggi dari Tiongkok. Sehingga, AS akan mengkaji ulang status spesial di bawah Akta Kebijakan AS-Hong Kong.
Presiden AS Donald Trump pun akan memberikan kepastian sanksi yang diberikan kepada Hong Kong, Jumat (29/5). Dengan wewenang yang dimilikinya, Trump bisa mencabut beberapa dan seluruhnya kekhususan Hong Kong dalam hubungan perdagangan dengan AS.
(Baca: Buntut Cek Fakta Twitter, Trump Lancarkan Perang dengan Media Sosial)
Apa Akibat Jika Status Spesial Hong Kong Dihapus?
Selama Hong Kong menjadi wilayah spesial perdagangan AS di daratan Tiongkok, dolar AS bisa bebas bertukar dengan dolar Hong Kong. Tarif dagang dari AS untuk Hong Kong pun jadi sangat kecil dan di beberapa komoditi tak ada. Visa bebas perjalanan juga berlaku.
Hal itu menarik perusahaan AS untuk berbisnis di Hong Kong. Karena mereka tak perlu khawatir terkena tarif dagang serta bebas keluar masuk Hong Kong untuk keperluan bisnis. Data Kongres AS, seperti yang dikutip Bloomberg, menyatakan sampai saat ini terdapat 290 perusahaan AS memiliki kantor pusat di Hong Kong. Sementara 434 perusahaan AS memiliki kantor regional di kota itu.
Surplus perdagangan AS terbesar pada 2018 adalah dari Hong Kong, yakni sebanyak US$ 31,3 miliar. Dihitung lebih ke belakang lagi, sejak 2009-2018 surplus perdagangan AS dengan Hong Kong senilai US$ 297 miliar atau yang terbesar di antara mitra dagang lainnya.
Apabila Trump memutuskan mencabut seluruhnya status spesial Hong Kong, berarti seluruh kemudahan berbisnis yang didapatkan perusahaan-perusahaan AS akan hilang. Tarif dagang akan berlaku dan kemungkinan sangat tinggi mengingat perang dagang antara AS-Tiongkok yang berlangsung sampai saat ini. Misalnya, kebijakan tarif 25% untuk 128 produk AS yang ditetapkan pada 2 April 2018 dan pajak komoditas AS senilai US$ 60 miliar yang ditetapkan pada 24 September 2018 oleh Tiongkok akan berlaku juga di Hong Kong.
(Baca: Hubungan AS-Tiongkok Memanas, Rupiah dan Mata Uang Asia Kompak Menguat)
Dengan kondisi semacam itu, perusahaan-perusahaan AS akan berpikir dua kali untuk tetap berbisnis di Hong Kong. Sangat mungkin mereka hengkang dan berarti surplus perdagangan dengan Hong Kong miliaran dolar yang selama ini dinikmati AS akan lenyap.
Skenario buruk lain dari kebijakan ini, adalah lembaga pemeringkat investasi akan melihat Hong Kong tak ubahnya wilayah Tiongkok lain. Padahal para lembaga tersebut selalu menempatkan peringkat investasi Hong Kong di atas Tiongkok. Misalnya S&P Global Rating menempatkan Hong Kong tiga tingkat di atas Tiongkok. Sementara Moody and Fitch menempatak Hong Kong satu tingkat dari Tiongkok. Pukulan terhadap investasi di Hong Kong sangat mungkin terjadi dan peringkat Tiongkok akan semakin anjlok di masa mendatang.
Tiongkok memang sangat mungkin terpukul juga bila AS menganulir status spesial Hong Kong. Karena, kota ini tetap menjadi gerbang utama Tiongkok ke seluruh dunia. Data Bloomberg pada 2019, 12% eskpor Tiongkok pergi ke atau melewati Hong Kong. Meskipun turun 45% dari tahun 1992, tapi angka ini tetap penting bagi arus kas Tiongkok. Terlebih, akun modal terbuka Hong Kong dan kepatuhan terhadap standar tata kelola internasionalnya tak tertandingi oleh wilayah lain di Tiongkok. Menjadikannya basis penting bagi bank dan perusahaan perdagagan internasional.
Status Hong Kong yang demikian pula, membuat perusahaan swasta dan milik negara Tiongkok menggunakannya sebagai tempat mengumpulkan uang. Hong Kong menjadi jalur pipa bagi pelaku bisnis individu dan perusahaan Tiongkok mengalirkan uang keluar dan masuk di bawah ketatnya pengaturan aliran uang oleh Beijing.
“Mencabut status khusus akan menjadi ‘opsi nuklir’ dan awal kematian Hong Kong sebagai pusat bisnis,” kata Steve Tsang, Direktur SOAS China Institute Universitas London, melansir Bloomberg.
(Baca: Makin Panas, Facebook dan Twitter Lawan Trump Soal Aturan Media Sosial)