Reva-Lou Reva khawatir. Untuk pertama kalinya, menurut dia, rumah sakit di Papua Nugini menutup pintu untuk pasien karena sangat terbebani oleh lonjakan kasus Covid-19. Negara ini hanya memiliki 500 dokter dari total 9 juta penduduk.
"Ini sangat menakutkan, mengetahui bahwa Anda tidak memiliki fasilitas medis yang buka atau sangat terbatas," kata Reva, Asisten Direktur Program Dukungan Kemanusiaan Nonprofit CARE Internasional untuk Papua Nugini, dikutip dari CNN, Minggu (28/3).
Papua Nugini selama ini berhasil menekan penyebaran kasus virus corona. Pada akhir Februari, negara itu hanya melaporkan 1.275 kasus, menurut perhitungan Universitas Johns Hopkins.
Namun selama sebulan terakhir, kasus meningkat lebih dari tiga kali lipat. Papua Nugini melaporkan terdapat 4.660 kasus Covid-19 dan 39 kematian.
Pada Jumat (26/3), negara tersebut melaporkan 560 infeksi baru. Tambahan kasus harian tertinggi. Prdana Menteri James Marape mengatakan ada penularan lokal yang merajalela.
Meskipun angka ini mungkin tidak terlihat tinggi dibandingkan negara lain, termasuk Indonesia, peningkatan kasus menimbulkan masalah besar di Papua Nugini. Pemerintah negara tersebut mengatakan, hanya ada sekitar 500 dokter dari total populasi Papua Nugini yang mencapai 9 juta orang.
Indonesia misalnya saat ini memiliki total kasus hampur mencapai 1,5 juta, terlihat dalam databoks di bawah ini.
Pihak berwenang juga mengakui tingkat pengujian yang rendah membuat beban kasus yang dihadapi kemungkinan lebih besar. Selain itu, ada masalah misinformasi yang membuat banyak warga Papua Nugini belum menanggapi ancaman pandemi dengan serius.
Para pengamat memperkirakan krisis ini dapat semakin memburuk karena orang-orang di negara yang mayoritas beragama Kristen ini biasanya menggelar mudik Paskah. Mereka menyerukan kepada para negara tetangganya, Australia dan Selandia Baru untuk membantu lebih banyak.
"Krisis kesehatan Papua Nugini sekarang telah mencapai tingkat yang kami takuti setahun lalu dengan lonjakan kasus," kata peneliti Pasifik Amnesty International Kate Schuetze awal bulan ini.
Ia mengatakan, kombinasi dari sistem kesehatan yang buruk dan kondisi kehidupan yang tidak memadai telah menciptakan kondisi sempurna bagi Covid-19 untuk berkembang di permukiman informal yang penuh sesak di negara itu.
Selama hampir setahun, Papua Nugini tampaknya menangani wabah tersebut dengan baik. Negara itu mengonfirmasi kasus pertamanya pada 20 Maret tahun lalu, yakni seorang pria yang melakukan perjalanan dari Spanyol.
Dalam dua hari, Perdana Menteri mengumumkan keadaan darurat, menghentikan semua penerbangan masuk dan domestik, dan membatasi perjalanan antar provinsi. Tindakan Papua Nugini untuk menekan penyebaran kasus dalam setahun terakhir tampaknya berhasil. Butuh waktu hingga Februari tahun ini bagi negara untuk mencapai 1.000 kasus.
"Tetapi Covid-19 kemungkinan beredar di bawah radar. Sudah berbulan-bulan menyebar di sini," kata Justine McMahon, direktur CARE untuk Papua Nugini.
Perdana Menteri Marape pada April tahun lalu mengatakan, sistem kesehatan yang dimiliki mereka tidak mampu menghadapi pandemi. Papua Nugini hanya memiliki 500 dokter, kurang dari 4.000 perawat dan 3.000 petugas kesehatan komunitas. Hanya 5.000 tempat tidur rumah sakit yang tersedia di negara itu.
"Kapasitas kesehatan kami yang ada tidak cukup untuk melawan pertempuran ini," katanya.
Papua Nugini merupakan salah satu negara dengan rasio dokter per 1.000 orang terendah di dunia. Menurut angka Bank Dunia 2018, negara itu memiliki 0,07 dokter per 1.000 orang. Angka ini jauh di bawah rata-rata negara Kepulauan Pasifik kecil pada 2017 yang mencapai 0,5, rata-rata dunia 1,6, apalagi Amerika Serikat 2,6.
WHO sebelumnya telah menyarankan pemerintah untuk menghindari pembukaan kembali sampai tingkat positif tes mencapai 5% atau lebih rendah. Namun, beberapa tempat di PNG tidak memiliki kemampuan pengujian sama sekali. McMahon mengatakan tidak ada fasilitas pengujian yang tersedia di Goroka.
Donor terbesar Papua Nugini, Australia, telah menyediakan 8.000 dosis vaksin AstraZeneca, yang menurut Marape akan diluncurkan mulai minggu depan. Awal bulan ini, Angkatan Pertahanan Selandia Baru juga telah menyumbangkan 4.400 kilogram APD.
Dikutip dari Xinhua, Tiongkok yang menjadi negara investor utama di Papua Nugini juga telah menawarkan sejumlah vaksin.
Papua Nugini juga merupakan bagian dari skema COVAX Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang bertujuan untuk memberikan akses vaksin yang setara ke semua negara. Namun, hingga kini Papua Nugini belum menerima tawaran Tiongkok.
Pada bulan Februari, penjabat menteri luar negeri Rainbo Paita mengatakan kepada ABC Australia bahwa keputusan untuk memperkenalkan vaksin tersebut sedang dalam diskusi formal.
Meski vaksin sudah tersedia, penyebaran Covid-19 tetap harus diantisipasi dengan menerapkan protokol kesehatan melalui gerakan 5 M, yakni menggunakan masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan membatasi mobilitas.
Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan