Pasar Sambut Suntikan Bank Sentral Cina Bantu Krisis Utang Evergrande
Bank sentral Tiongkok, People's Bank of China (PBoC) menyuntikkan dana 90 miliar yuan (US$ 13,9 miliar) atau sekitar Rp 198 triliun ke dalam sistem perbankan. Upaya penyelematan mengatasi krisis gagal bayar perusahaan raksasa properti China Evergrande ini mendapat sambutan positif dari pasar global.
Evergrande kesulitan membayar utang jumbo yang jatuh tempo pada Kamis pekan ini. Evergrande harus membayar bunga obligasi sebesar US$ 83,5 juta atau lebih Rp 1,2 triliun. Ada pula pembayaran bunga surat utang senilai US$ 47,5 juta atau sekitar Rp 676 miliar. Kedua obligasi akan gagal bayar apabila Evergrande tidak melunasinya dalam waktu 30 hari.
Beberapa analis mengatakan perlu waktu berminggu-minggu bagi investor untuk memiliki kejelasan tentang bagaimana krisis Evergrande ini akan beres. “Perusahaan dapat merestrukturisasi utangnya tetapi terus beroperasi, atau dapat dilikuidasi,” tulis Paul Christopher, kepala strategi pasar global di Wells Fargo Investment Institute, dikutip dari Reuters, Kamis (23/9). Dalam kedua opsi tersebut, investor dalam instrumen keuangan perusahaan kemungkinan akan menderita kerugian, tulisnya.
Menurut sumber Reuters, sekelompok pemegang obligasi Evergrande baru-baru ini memilih bank investasi Moelis & Co dan firma hukum Kirkland & Ellis sebagai penasihat tentang restrukturisasi. Para investor tersebut memegang sekitar US$ 20 miliar dari obligasi yang diterbitkan Evergrande.
Ketua Federal Reserve AS Jerome Powell mengatakan pada Rabu (22/9) bahwa masalah Evergrande tampaknya hanya terjadi di Tiongkok dan tak melihat akan memberikan dampak paralel dengan sektor korporasi Amerika Serikat.
“Dalam hal implikasinya bagi kami, tidak banyak paparan langsung Amerika Serikat. Bank-bank besar Cina tidak terlalu terekspos, tetapi Anda akan khawatir itu akan mempengaruhi kondisi keuangan global melalui saluran kepercayaan global dan hal semacam itu," kata Powell kepada wartawan setelah pertemuan kebijakan The Fed.
Selain obligasi yang jatuh bayar, Evergrande juga memiliki utang lebih dari US$ 300 miliar atau setara Rp 2.437 triliun. Angkanya tidak jauh dari produk domestik bruto (PDB) Filipina 2020 yang sekitar US$ 361,5 miliar, menurut data Bank Dunia.
Pengembang properti terbesar di Tiongkok ini mengalami masalah selama beberapa bulan terakhir setelah Beijing memperketat peraturan di sektor propertinya. Beijing mendorong perusahaan mengendalikan utang yang terlalu banyak dan mengurangi spekulasi.