Negara-negara yang paling terpukul oleh kemiskinan seringkali adalah negara-negara yang juga terjebak dalam krisis politik, termasuk konflik, kelaparan, dan perubahan iklim.
Hal ini seringkali menjadi faktor pemberat yang membuat masyarakat terjebak dalam lingkaran kemiskinan karena sumber ekonomi mereka (Pertanian, Industri dan Jasa) tidak memiliki infrastruktur yang memadai untuk menopang produktivitas mereka.
Terlepas dari standar hidup yang sangat rendah, di negara-negara ini masih aman untuk mengatakan bahwa ada potensi ekonomi untuk pertumbuhan di masa depan. Karena kemiskinan pada akhirnya tidak menentukan seseorang, keluarga, atau komunitas.
Selain itu, banyak ahli telah mengamati bahwa infrastruktur Afrika saat ini meningkat dengan pesat, membuka pintu bagi investasi asing langsung dan meningkatkan kapasitas industrialisasi. Sebagian besar kemajuan ini disebabkan oleh Inisiatif Sabuk dan Jalan China dan investasi di beberapa negara Afrika.
Bukti lain dari potensi Afrika adalah bagian yang sangat besar dari kaum muda di benua itu. Hal ini dapat diterjemahkan menjadi tenaga kerja masa depan yang cukup besar, pasar internal yang berkembang dan potensi inovasi dan kemajuan ekonomi.
Jadi, negara mana saja yang termiskin di dunia, berdasarkan PDB nominal per kapita? Berikut IMF mencatat 10 negara termiskin di dunia 2021.
Burundi
Burundi merupakan negara kecil yang terkurung daratan di diliputi oleh konflik etnis Hutu-Tutsi dan perang saudara. Sekitar 90% dari hampir 12 juta warganya bergantung pada pertanian subsisten. Kelangkaan pangan menjadi perhatian utama, dengan tingkat kerawanan pangan hampir dua kali lebih tinggi dari rata-rata negara-negara Afrika sub-Sahara.
Selain itu, akses terhadap air dan sanitasi masih sangat rendah, dan kurang dari 5% penduduk yang terfasilitasi dengan listriik. Kondisi demikian menjadi lebih parah dengan adanya pandemi Covid-19.
Negara ini juga mengahadapi banyak masalah konkret seperti kurangnya infrastruktur, korupsi endemik, dan masalah keamanan menyebabkan kemiskinan ekstrem. Adapun pendapatan per kapita penduduknya 760 dolar AS per tahun.
Sudan Selatan
Sudan Selatan memiliki banyak sumber minyak, namun konflik menahun dengan Sudan membuat mereka baru merdeka pada 9 Juli 2011.
Kekerasan juga terus merusak negara bagian yang terkurung daratan dengan berpenduduk sekitar 11 juta orang ini. Sudan Selatan dibentuk oleh 10 wilayah paling selatan Sudan dan rumah bagi sekitar 60 kelompok etnis asli.
Konflik baru pecah pada 2013 ketika presiden Salva Kiir menuduh mantan wakilnya, pemimpin pemberontak Riek Machar, melakukan kudeta. Akibatnya, diperkirakan sebanyak 400.000 orang tewas dalam bentrokan dan hampir 4 juta telah mengungsi atau melarikan diri ke negara-negara tetangga.
Sudan Selatan bisa menjadi negara yang sangat kaya, tapi karena di dalam negeri komoditas yang dimilikinya tidak diolah dengan baik, membuat PDB per kapita yang dihasilkannya hanya sebesar Rp 11,45 juta.
Di luar sektor minyak, mayoritas penduduk bekerja di pertanian tradisional dan komoditas ini pun tidak begitu menghasilkan.
Somalia
Negara termiskin di dunia berikutnya adalah Somalia. Kekeringan yang berkepanjangan membuat negara, konflik perang saudara yang tidak pernah selesai, bencana alam yang terjadi silih berganti, dan banyak masalah lainnya membuat negara ini tidak mampu memenuhi kebutuhan pangannya.
Pandemi Covid-19 menjadi faktor pendukung kemelaratan yang diderita oleh warga Somalia. Tingkat PDB per kapita yang mampu dihasilkannya adalah Rp 13,1 juta.
Republik Afrika Tengah
Republik Afrika Tengah merupakan negara sangat kaya akan emas, minyak, uranium, dan berlian. Namun, setelah mengklaim gelar termiskin di dunia selama dekade ini, negara berpenduduk 4,75 juta ini menunjukkan beberapa tanda kemajuan.
Namun, pertumbuhan ekonomi negara ini menunjukkan sedikit meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Industri kayu dan kebangkitan sektor pertanian dan pertambangan menjadi pendorong pendapatan Republik Afrika Tengah.
Perekonomian juga diuntungkan dari penjualan berlian, yang didapat dari mendanai kelompok-kelompok bersenjata antaragama dan ditempatkan di bawah embargo internasional pada tahun 2013.
Perjuangan pemerintah dalam memulihkan penjualan nyatanya hanya memperoleh sebagian kecil dari pendapatan dan sekitar 70% penduduk masih hidup di bawah garis kemiskinan.
Selain itu, aturan lockdown dan tindakan lain saat pandemi yang diambil oleh pemerintah untuk membatasi penyebaran virus corona juga membuat masyarakat tidak dapat memperoleh penghasilan.
Malawi
Salah satu negara terkecil di Afrika, Malawi, telah membuat kemajuan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan melaksanakan reformasi struktural yang penting dalam beberapa tahun terakhir.
Meskipun demikian, kemiskinan masih meluas, dan ekonomi negara tetap rentan terhadap guncangan terkait cuaca. Akibatnya, meskipun standar hidup di daerah perkotaan meningkat secara luas, kerawanan pangan di daerah pedesaan sangat tinggi.
Malawi adalah negara yang umumnya damai dan memiliki pemerintahan yang stabil sejak memperoleh kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1964. Namun, hasil jajak pendapat yang disengketakan jauh dari sekadar anomali. Pada tahun 2020, PDB negara turun menjadi 0,6% dari 4,5% tahun sebelumnya karena pandemi.
Republik Demokratik Kongo
Sejak memperoleh kemerdekaan dari Belgia pada tahun 1960, Kongo telah menderita akibat kepemimpinan diktator yang rakus, ketidakstabilan politik, dan kekerasan yang terus-menerus selama beberapa dekade.
Dengan 80 juta hektare lahan subur, lebih dari seribu mineral dan logam berharga di bawah permukaannya, Republik Demokratik Kongo, menurut Bank Dunia, sebenarnya berpotensi menjadi salah satu negara Afrika terkaya dan pendorong pertumbuhan untuk seluruh benua.
Namun berkat ketidakstabilan politik, korupsi endemik, dan kini pandemi virus corona terus menggagalkan potensi itu. Ini juga diperparah dengan kasus baru Ebola yang kembali muncul pada Februari, kurang dari setahun setelah wabah lain merenggut nyawa lebih dari dua ribu orang.
Namun, sekarang negara ini sedang memperbaiki dirinya. Di tahun ini berhasil meraih PDB sebesar Rp15,7 juta.
Niger
Dengan 80% dari wilayah terkurung daratan yang tercakup oleh Gurun Sahara serta populasi yang berkembang pesat yang sebagian besar bergantung pada pertanian skala kecil, Niger berada di bawah ancaman penggurunan dan perubahan iklim.
Kerawanan pangan tinggi, begitu pula tingkat penyakit dan kematian, dan bentrokan militer yang berulang dengan kelompok jihadis dan afiliasi Negara Islam (ISIS) Boko Haram telah membuat ribuan orang mengungsi.
Salah satu pendorong utama perekonomian, yakni ekstraksi sumber daya alam yang berharga seperti emas dan uranium, juga menderita akibat volatilitas dan harga komoditas yang rendah. Tak heran Niger tetap berada dalam daftar negara termiskin di dunia. Di tahun 2021 ini, Niger bisa mendapatkan PDB per kapita sebesar Rp 17,9 juta.
Mozambik
Bekas koloni Portugis ini memiliki banyak tanah dan air yang subur, serta banyak energi dan sumber daya mineral. Mozambik juga terletak secara strategis, karena empat dari enam negara yang berbatasan dengannya terkurung daratan dan bergantung padanya sebagai saluran perdagangan global.
Selama 10 tahun terakhir sering kali mencatat tingkat pertumbuhan PDB rata-rata lebih dari 7%. Namun, negara ini tetap berada di antara 10 besar negara termiskin di dunia, dengan sebagian besar populasi yang terus hidup jauh di bawah garis kemiskinan.
Ini dipicu oleh perang saudara selama 15 tahun berakhir pada tahun 1992, kondisi iklim yang parah, korupsi dan ketidakstabilan politik tidak pernah hilang. Ini diperburuk dengan serangan yang dilakukan oleh kelompok pemberontak Islam yang melanda bagian utara negara sejak 2017, membuat lebih dari 4.000 orang tewas dan 600.000 lainnya mengungsi.
Dalam beberapa tahun ini, Mozambik berusaha memperbaiki ekonomi dengan berbagai macam kebijakan. Kemudian, berusaha meningkatkan ekspor yang dari sumber daya yang diandalkannya. PDB per kapita yang berhasil diperolehnya tahun ini adalah Rp 22,1 juta.
Liberia
Ekonomi Liberia sempat berada di titik terbawah ketika ebola menyerang negaranya di tahun 2014. Liberia berjuang keras untuk keluar dari penyakit itu. Itu yang menyebabkannya kesulitan keluar dari daftar negara termiskin di dunia selama beberapa tahun.
Di tahun 2021 ini keadaannya kembali terpuruk akibat pandemi yang juga dirasakan oleh penduduk lain di dunia. Untuk sekarang, Liberia memiliki PDB sebanyak Rp22,1 juta. Liberia juga masih terus berjuang supaya bisa keluar dari daftar negara termiskin di dunia.
Madagaskar
Terletak 400 kilometer di lepas pantai Afrika Timur, Madagaskar adalah pulau terbesar keempat di dunia. Meski dikenal dengan satwa liarnya yang menakjubkan, industri pariwisata yang berkembang pesat belum mampu mengangkat negara tersebut keluar dari kemiskinan.
Meski begitu, dalam beberapa tahun terakhir, Madagaskar akhirnya mengalami peningkatan. Presiden Andry Rajoelina dan pendahulunya Hery Rajaonarimampianina melakukan pembangunan sehingga pertumbuhan terus meningkat, reformasi struktural sedang berlangsung, dan investor asing datang kembali.
Namun semuanya berubah tahun lalu. Akibat pandemi Covid-19 banyak industri yang terjun bebas. Selain itu wabah corona juga menghabiskan ketersediaan sumber daya fiskal untuk investasi prioritas dan program sosial, sehingga menahan tujuan untuk mencapai pertumbuhan yang lebih inklusif.
CLIMATE-CHANGE/EASTAFRICA (ANTARA FOTO/REUTERS/Andreea Campe)Faktor-Faktor Penghambat Pertumbuhan Ekonomi di Afrika
Daftar di atas menunjukkan benua Afrika sebagai daratan dengan negara termiskin di dunia. Ada banyak penyebab akan hal ini, terlebih di tengah pandemi Covid-19.
Selain itu konflik militer, dan perubahan iklim yang ekstrem juga menjadi penyebab utama yang menyebabkan kekeringan berkepanjangan sehingga sulit untuk bercocok tanam.
Berikut faktor kemiskinan di benua Afrika, dikutip dari African Union.
1. Kurangnya investasi
Dengan menggunakan faktor penentu ekonometrik pertumbuhan ekonomi di bagian lintas negara, maka dapat ditentukan beberapa faktor yang paling berpengaruh di balik terjadinya tragedi kemiskinan di negara Afrika tersebut. Dan salah satu faktor yang paling berpengaruh tersebut disebabkan karena kurangnya investasi. Selama 40 tahun terakhir, tingkat investasi di Afrika semakin jatuh atau menurun.
Sejak tahun 1975, tingkat investasi telah ditolak sebanyak 8.5% untuk seluruh benua, jika dibandingkan dengan tingkat investasi untuk performa rata-rata OECD (Organization for Economic Coorporation and Development), yaitu sekitar 20 dan 25%, dan untuk ekonomi Asia Tenggara sebesar 30%.
Selain itu, penyebab terhambatnya pertumbuhan ekonomi adalah karena sebagian besar investasi digunakan untuk sektor publik yang tidak penting atau tidak efisien. Akan tetapi kabar baiknya adalah, reformasi di Afrika beberapa waktu lalu telah berhasil menaikkan tingkat investasi, meskipun hanya sedikit.
2. Sumber daya manusia, pendidikan dan kesehatan
Untuk ketiga hal tersebut, Afrika termasuk yang paling buruk di dunia. Pada tahun 1960-an, jumlah anak yang melaksanakan pendidikan sekolah dasar secara keseluruhan hanya berkisar 42%, jumlah ini merupakan jumlah yang paling kecil, dibandingkan dengan negara-negara OECD atau Asia Timur yang bisa mencapai 100%.
Ketika Afrika terdaftar di dalam OECD selama tahun 1960-an, tercatat bahwa tingkat pertumbuhan dalam bidang kesehatan rata-rata mencapai 0,9%, dan pertumbuhannya yang paling tinggi mencapai 2,37%. Pendapatan per-kapita Negara ini meningkat menjadi dua setengah kali lebih besar daripada yang sebelumnya. Dan alhasil, saat ini Afrika berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi negaranya menjadi lebih baik dibandingkan dengan tahun 1960 lalu.
Pada tahun 1960, diperkirakan bahwa warga Afrika hanya memiliki harapan hidup sampai umur 40 tahun saja. Perhitungan ini sangat kecil jika dibandingkan dengan negara-negara OECD dan Asia Timur lainnya, yang memiliki harapan hidup masing-masing sampai umur 67 dan 62 tahun. Kalau saja Afrika memiliki harapan hidup yang sama dengan negara-negara OECD, kemungkinan laju pertumbuhan tahunan Negara ini akan meningkat menjadi 2,07%.
Kalau hanya mengharapkan bantuan dari negara lainnya, mungkin tidak akan bisa banyak membantu Negara ini keluar dari garis kemiskinan. Warga Afrika ini perlu mencoba alternatif lainnya. misalnya saja, Afrika bisa mencoba melakukan penelitian lanjut, yang berfokus pada masalah kesehatan yang berpotensi menghancurkan Negara, seperti: mencoba menemukan vaksin, yang bisa mencegah penyakit Aids atau malaria. Afrika memiliki sumber daya dan keahlian untuk melakukan hal tersebut.
Jika berhasil, berbagai Negara akan berinvestasi untuk hal tersebut. Mengingat saat ini vaksin tersebut sangat dibutuhkan untuk dunia kesehatan di seluruh dunia. Hal ini mungkin akan membantu Afrika dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi negaranya. Dan jika pertumbuhan ekonomi tersebut semakin meningkat, kehidupan warga di Afrika secara berangsur-angsur akan membaik.
3. Konflik militer
Konflik militer yang melanda benua ini selama setengah abad, ternyata berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi negara, yang meliputi: perkembangan lembaga hukum, investasi pendidikan, pengurangan distorsi kebijakan yang membuat investasi menjadi lebih mahal, dan jika konflik militer ini bisa di atasi, maka dapat mengurangi pengeluaran konsumsi yang terlalu boros.
4. Pasar perdagangan
Pembukaan ekonomi Afrika di pasar perdagangan dan difusi teknologi juga sangat penting. Selagi pemerintah Afrika melakukan banyak hal untuk membuka perekonomian mereka, Negara lain seperti Eropa, Jepang dan Amerika Serikat dapat berkontribusi, dengan memfasilitasi akses produk Afrika ke pasar negara-negara tersebut.
5. Pendapatan tidak setara
Salah satu konsekuensi penting dari stagnasi ekonomi di Afrika adalah karena ketidaksetaraan pendapatan, dimana para warga miskin diberi pendapatan yang sangat kecil, sedangkan warganya yang kaya mendapatkan pendapatan yang jauh lebih besar. Tentu saja hal ini akan membuat atau menciptakan ketidakstabilan di sutu negara.
Melihat kondisi warga Afrika yang begitu mengerikan, hidup dengan serba kekurangan, menderita banyak penyakit gizi buruk, dan sebagainya, cukup menyayat hati orang-orang yang melihatnya. Kalau hal kemiskinan ini tidak segera diatasi, maka kehidupan warga negara Afrika ini akan semakin memburuk, dan parahnya bisa menyebabkan banyak kematian.