Bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed) diramal masih akan mempertahankan kebijakan suku bunga rendah hingga akhir tahun 2022. Para ekonom memperkirakan kenaikan suku bunga baru dimulai kuartal I 2023 sekalipun inflasi tinggi dikhawatirkan bertahan lebih lama.
Reuters melakukan jejak pendapat kepada 67 ekonom pada periode 12-18 Oktober 2021. Hasilnya menunjukkan bahwa 40 ekonom memprediksi suku bunga mayoritas memperkirakan pada periode Januari-Maret. Sisanya 27 ekonom memperkirakan dimulai lebih cepat pada akhir tahun 2022.
"Kami terus mengharapkan The Fed untuk tetap bersabar. Kami terus memperkirakan tidak ada kenaikan suku bunga hingga akhir 2023, tetapi waktu yang tepat akan sangat bergantung pada bagaimana prospek berkembang karena data yang dilaporkan semakin banyak," kata kepala Ahli strategi makro AS TD Securities Jim O'Sullivan, Rabu (20/10).
Setengah dari anggota Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) dalam rapat bulan lalu mengatakan bahwa The Fed mungkin akan menaikkan suku bunga lebih cepat pada 2022. The Fed sebelumnya memproyeksikan suku bunga baru akan dinaikkan pada 2023.
Sementara itu, ekonom yang memperkirakan suku bunga akan naik lebih cepat menyebut kekhawatiran kenaikan harga-harga jadi pemicu pengetatan kebijakan suku bunga The Fed.
"Sayangnya kami ragu masalah rantai pasok dan kekurangan tenaga kerja akan teratasi dengan cepat, sehingga inflasi akan tetap tinggi hingga 2022. Dengan situasi ini, kami memperkirakan kenaikan suku bunga pada September dan Desember tahun depan," kata kepala ekonom internasional ING James Knightley.
Survei menunjukkan 22 dari 40 ekonom yang menjawab pertanyaan tambahan mengatakan kekhawatiran utama ekonomi AS selama tahun mendatang yakni inflasi tinggi akan bertahan lebih lama. Sekitar 30% dari mereka menyebut inflasi dapat memicu perlambatan ekonomi.
Permintaan yang tertekan pada saat terjadi lonjakan kasus kini mulai kembali bergeliat seiring pelonggaran dan membaiknya prospek penanganan pandemi. Kendati demikian, muncul kekhawatiran baru dari fenomena kenaikan harga-harga akibat permintaan yang meningkat tidak diimbangi dari sisi supply akibat masalah rantai pasok yang tak kunjung tertangani.
Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan Indeks Harga Konsumen (IHK) mencatatkan inflasi bulanan sebesar 0,4% pada September, di atas perkirakan Dow Jones 0,3%. Inflasi tahunan juga tercatat sebesar 5,4%, di atas ekspektasi 5,3%. Kenaikan harga-harga tahunan tercatat sebagai yang tertinggi sejak Januari 1991.
Inflasi yang tinggi menjadi perhatian banyak bank sentral. Beberapa di antaranya telah menaikkan suku bunga dan sebagian lainnya bersiap memulainya dalam waktu dekat. Bank sentral Singapura belum lama ini mulai memperketat kebijakan moneternya, sedangkan Bank sentral Inggris yang berencana menaikkan suku bunga pada akhir tahun ini atau awal tahun depan.
The Fed juga mulai ancang-ancang mengakhiri pelonggaran moneternya. Notulen rapat FOMC bulan lalu menunjukkan The Fed akan mengumumkan rencana tapering off berupa pengurangan pembelian aset pada pertemuan bulan depan. Tapering diperkirakan paling cepat pertengahan November atau Desember.
The Fed rutin membeli aset pemerintah senilai US$ 120 miliar setiap bulannya. Dalam rencana tapering tersebut, The Fed akan mengurangi US$ 15 miliar setiap atau pembelian bulanan tersebut. Selain itu, bank sentral juga tetap pada rencananya untuk mengakhiri pembelian pada pertengahan 2022.