Ekonomi Brasil Resesi untuk Kedua Kalinya Sepanjang Pandemi Corona

ANTARA FOTO/REUTERS/Amanda Perobelli/wsj/dj
Pendukung Presiden Brasil Jair Bolsonaro memakai masker pelindung sambil membawa tulisan pada aksi protes menentang aturan karantina ditengah wabah penyakit virus corona (COVID-19), di Sao Paulo, Brasil, Minggu (24/5/2020).
Penulis: Abdul Azis Said
3/12/2021, 10.35 WIB

Pertumbuhan ekonomi Brasil terkontraksi 0,1% secara kuartalan (quarter to quarter/qtq) pada kuartal III. Ini kedua kalinya negara di Amerika Latin itu mengalami resesi sejak ada pandemi corona.

Resesi diartikan sebagai kontraksi pertumbuhan ekonomi dalam dua kuartal berturut-turut. Tahun lalu, ekonomi Brasil tumbuh negatif 2,5% dan 9,7% pada kuartal I dan II.

Tahun ini, Brasil mencatatkan pertumbuhan ekonomi minus 0,4% dan 0,1% pada kuartal II dan III. Meski begitu, ekonominya masih tumbuh 4% secara tahunan (year on year/yoy).

Kontraksi ekonomi di Brasil terutama didorong oleh pertumbuhan minus 8% sektor pertanian. Ini dipengaruhi oleh kekeringan parah yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Selain itu, kinerja ekspor barang dan jasa turun 9,8%. Industri tetap stagnan, sementara sektor jasa tumbuh 1,1%.

“Ekonomi pada dasarnya mengalami stagnasi. Kami mencapai tingkat pra-Covid, tetapi sejak itu tidak ada pertumbuhan sama sekali dan tak ada indikasi bahwa pertumbuhan akan datang,” kata kepala ekonom di Logus Capital Mauricio Molon dikutip dari Financial Times, Kamis (2/12).

Perekonomian Brasil cepat pulih dengan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) yang kembali ke posisi sebelum pandemi corona atau pada akhir 2019. Tetapi, pemulihan kehilangan tenaga dan beberapa ekonom memperkirakan kontraksi terjadi tahun depan.

Molon memperkirakan, perekonomian mandek pada tahun depan karena tekanan pengetatan kebijakan moneter serta penurunan kepercayaan konsumen dan bisnis.

“Kami tidak memiliki dorongan yang sama dari komoditas, pendapatan diencerkan oleh inflasi, dan pasar tenaga kerja masih lemah,” kata dia.

Prospek negatif itu semakin rumit karena ketidakpastian mengenai pemilihan presiden tahun depan. Dua Capres paling terkenal yakni Jair Bolsonaro dan Luiz Inácio Lula da Silva tidak mendapat banyak respons positif dari kelompok bisnis.

Jair Bolsonaro merupakan presiden sayap kanan dan sedang menjabat. Sedangkan Luiz Inácio Lula da Silva adalah mantan presiden sayap kiri.

Banyak pebisnis yang berharap Bolsonaro berhenti menggelontorkan anggaran fiskal jumbo hanya untuk memenangkan suara. Sedangkan kebijakan ekonomi Lula dinilai tidak jelas sekalipun terang-terangan menentang privatisasi perusahaan negara dan batas pengeluaran pemerintah.

Sebagian besar ekonom memperkirakan pertumbuhan ekonomi Brasil stagnan 4,8% tahun ini. Lalu tumbuh tipis tahun depan.

Pemberi pinjaman terbesar Brasil Credit Suisse dan Itaú Unibanco memperkirakan ekonomi terkontraksi 0,5% tahun depan.

“Covid-19 bukan masalah utama kami lagi. Masalah utama sekarang adalah inflasi. Ini memiliki akar domestik karena ketidakpastian nilai tukar dan fiskal, tetapi kami juga mengimpor inflasi dari luar negeri, ” kata kepala ekonom di XP Asset Management Fernando Genta.

Indeks Harga Konsumen (IHK) Brasil mencatatkan inflasi 10,67% yoy pada Oktober atau rekor dalam lima tahun terakhir. Inflasi ini naik dibandingkan bulan sebelumnya 10,25%.

Bank sentral Brasil juga berulang kali mengerek suku bunga menjadi 7,25% pada Oktober dalam rangka menjinakkan kenaikan harga. Ini merupakan rekor tertinggi hampir 20 tahun terakhir.

Pada akhir tahun, suku bunga acuan Brasil diperkirakan mencapai 9,25% atau naik dari 2% awal 2021. Upaya bank sentral mengendalikan harga kemungkinan memengaruhi pertumbuhan tahun depan dengan mengurangi kegiatan ekonomi.

Menteri Keuangan Brasil Paulo Guedes sebelumnya optimistis ekonomi pulih berbentuk 'V' dan akan mengejutkan dunia. Namun banyak yang mempertanyakan perkiraan pemerintah bahwa perekonomian tumbuh 5% tahun ini dan 2% pada 2022.

Reporter: Abdul Azis Said