Penemu AstraZeneca Peringatkan Pandemi Berikutnya Bisa Lebih Mematikan

ANTARA FOTO/REUTERS/Danish Siddiqui/File Photo/HP/dj
Sejumlah pria memakai baju pelindung berdiri di sebelah jasad kerabat mereka, yang meninggal dari komplikasi terkait infeksi virus corona (COVID-19), sebelum dikremasi di halaman krematorium di New Delhi, India, Jumat (4/6/2021).
Penulis: Rizky Alika
Editor: Maesaroh
7/12/2021, 12.27 WIB

 Sebagian besar negara, termasuk Indonesia, sudah menutup pintu masuk untuk kedatangan dari negara-negara di selatan Afrika yang terdeteksi menjadi epsientrum Omicron.

Indikasi awal menunjukkan varian baru ini bisa menular lebih cepat dibandingkan varian lainnya, sehingga berpotensi memicu lonjakan kasus tinggi.

Kendati demikian, seorang dokter di Afsel yang merupakan salah satu dokter pertama yang mendeteksi varian ini mengungkap gejala dari Omicron cenderung ringan.

Beberapa pasiennya tidak menunjukkan kehilangan indra penciuman dan perasanya seperti kebanyak kasus positif Covid-19.

 Studi yang dilakukan Dewan Penelitian Medis Afrika Selatan di Pretoria, Gauteng pada 2 Desember lalu menunjukkan varian ini tak menyebabkan gejala keparahan pada pasien.

Provinsi Gauteng merupakan wilayah yang paling awal mendeteksi Omicron. Mereka melakukan analisis terhadap 42 pasien dari Rumah Sakit Distrik Tshwane.

Distrik ini merupakan salah satu wilayah yang disinyalir terkena gelombang Covid-19 varian Omicron. Bahkan sepanjang 29 November sampai 3 Desember, lonjakan kasus positif corona mencapai 10 ribu orang.

Dari analisis terhadap 42 pasien Covid-19 pada 2 Desember, rata-rata mereka dirawat selama 2,8 hari. Jauh lebih pendek dari angka rerata perawatan pasien Covid-19 selama 18 bulan terakhir yakni 8,5 hari.

Begitu pula rumah sakit lain di Gauteng seperti RS Helen Joseph yang melaporkan 83% dari 37 pasien tak memerlukan tambahan oksigen.

Adapun 65 dari 80 pasien di RS Akademik George Mukhari tak memerlukan terapi oksigen.

Halaman:
Reporter: Rizky Alika