Inflasi Turki Meroket 48%, Ekonom Salahkan Kebijakan Presiden Erdogan

ANTARA FOTO/REUTERS/Presidential Press Office
Presiden Turki Tayyip Erdogan berbicara dalam pertemuan partai AK di Ankara, Turki, Kamis (26/12/2019).
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Maesaroh
4/2/2022, 09.39 WIB

 Turki masih berjuang mengurangi tekanan inflasi akibat kenaikan harga-harga yang mencapai rekor tertingginya dalam 20 tahun terakhir.

Sejumlah ekonom menilai inflasi yang tak kunjung turun merupakan imbas kebijakan ekonomi Presiden Recep Tayyip Erdogan yang membatasi ruang gerak bank sentral untuk memperketat kebijakan moneternya.

Institut Statistik Turki (TUIK) melaporkan inflasi Turki mencapai 48,7% secara tahunan pada Januari 2022. Kenaikan harga-harga ini merupakan yang tertinggi dalam 20 tahun terakhir.

Meski demikian, Presiden Turki  Erdogan berulang kali mencoba menenangkan pasar bahwa inflasi di negaranya hanya bersifat sementara dan pemerintah akan memulihkan perekonomian Turki.

 Harga barang-barang konsumen melonjak 11,1% pada Januari dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Kinerja ini lebih tinggi dari prediksi analis, yang berkisar antara 9% dan 10%.

Sejumlah ekonom mengatakan kenaikan inflasi dipengaruhi volatilitas mata uang lira.

Selain itu, langkah pemerintah menaikkan sejumlah harga seperti gas, listrik, jalan tol dan tarif bus juga menambah tekanan inflasi. Pemerintah juga menaikkan upah minimum bulanan di Turki sebesar 50%.

Harga terkait transportasi melonjak 68,9% secara tahunan di bulan Januari, sementara harga makanan dan minuman melonjak 55,6%.

Lira Turki telah kehilangan 44% nilainya pada tahun 2021. Kondisi ini tidak lepas dari penolakan Erdogan untuk menaikkan suku bunga sekalipun inflasi secara konsisten naik.

 Turbulensi pada mata uang telah memukul sebagian besar masyarakat, karena nilai gaji mereka turun dan biaya barang dan energi meningkat secara dramatis.

Presiden Erdogan telah memprioritaskan pertumbuhan kredit dan ekspor, di samping secara konsisten berargumen bahwa menaikkan suku bunga sebenarnya justru memperburuk inflasi. 

Dengan kontrol kebijakan ekonomi Erdogan tersebut, Bank sentral Turki telah memangkas suku bunga sebesar 500 basis poin (bps) sejak September menjadi 14%.

“Hasil eksperimen kebijakan moneter Erdogan yang gagal,” kata ahli strategi pasar negara berkembang di BlueBay Asset Management Timothy Ash seperti dikutip dari CNBC Internasional, Kamis (3/2).

 “Sulit untuk melihat bagaimana bank sentral dapat menangani inflasi ketika tidak dapat menaikkan suku bunga dan Erdogan akan fokus untuk mencoba meningkatkan pertumbuhan kredit lagi untuk meningkatkan popularitasnya menjelang Pemilu,” tambahnya.

Menteri Keuangan Turki Nureddin Nebati sebelumnya memperkirakan inflasi akan mencapai puncaknya pada April mendatang, tetapi masih di bawah 50%.

Sementara itu, Goldman Sach seperti dikutip dari Reuters memperkirakan inflasi akan mencapai sekitar 55% di sebagian besar tahun 2022 sebelum akhirnya turun di 33% pada akhir tahun.

Presiden Erdogan saat berbicara di depan Parlemen akhir bulan lalu berjanji untuk menjinakan inflasi yang kini terus memanas.

Dia mengatakan, kebiojakan ekonomi yang diambilnya selama ini sebagai upaya untuk melindungi ekonomi Turki dari serangan 'alat keuangan asing' yang dinilai dapat menganggu sistem keuangan negaranya.

"Inflasi yang membengkak tidak sejalan dengan realitas negara kita,” kata dia.

Reporter: Abdul Azis Said