Sri Lanka Minta Bantuan IMF Tangani Krisis Ekonomi

ANTARA FOTO/REUTERS/Dinuka Liyanawatte/hp/cf
Ilustrasi kota Kolombo, Sri Lanka telah menerima dukungan keuangan dari Cina dan India dalam bentuk jalur kredit dan pertukaran mata uang.
Penulis: Agustiyanti
17/3/2022, 12.17 WIB

Sri Lanka menyatakan akan bekerja dengan Dana Moneter Internasional atau IMF untuk membantu menyelesaikan krisis ekonomi di negara tersebut. Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa menargetkan defisit perdagangan dapat dipangkas sekitar 14% pada tahun ini. 

Cadangan devisa negara tetangga India ini turun 70% dalam dua tahun terakhir menjadi tersisa US$ 2,31 miliar atau setara Rp 33 triliun. Negara ini harus berjuang untuk membiayai impor barang penting, termasuk makanan dan bahan bakar. 

“Saya telah memutuskan untuk bekerja IMF setelah memeriksa kelebihan dan kekurangannya,” kata Rajapaksa dalam pidatonya pada Kamis (17/3), seperti dikutip dari CNBC.

Ia mengatakan, pemerintah harus mengambil tindakan untuk meningkatkan cadangan devisa. Untuk itu, pihaknya telah berdiskusi dengan lembaga keuangan internasional serta dengan negara-negara sahabat mereka terkait mengenai pembayaran cicilan pinjaman negara kepulauan berpenduduk 22 juta tersebut.

Sri Lanka telah menerima dukungan keuangan dari Cina dan India dalam bentuk jalur kredit dan pertukaran mata uang. Rajapaksa mengatakan, Sri Lanka akan mencoba mengurangi defisit perdagangan menjadi US$7 miliar tahun ini dari US$ 8,1 miliar tahun lalu. 

Dia mengatakan, pemerintah mengharapkan terdapat transaksi pengiriman uang mencapai US$ 5 miliar untuk menopang keuangan negaranya, hampir sama seperti tahun lalu.

Jika program IMF berjalan, ini akan menjadi paket penyelamatan keuangan ke-17 Sri Lanka dari pemberi pinjaman global yang umumnya datang dengan banyak persyaratan.

Analis mengatakan, negara itu harus menyetujui paket reformasi yang kuat yang dapat mencakup penetapan harga energi yang transparan, reformasi perusahaan negara, dan pajak baru untuk meningkatkan pendapatan pemerintah.

"Pergi ke IMF adalah keputusan yang positif," kata Dimantha Mathew, kepala penelitian di First Capital.

Namun yang tak kalah penting, menurut dia, menghentikan sementara pembayaran utang dan melakukan restrukturisasi. Sri Lanka memiliki masalah pada tingkat bunga utang yang tinggi. 

Adapun Presiden mengidentifikasi kenaikan biaya bahan bakar sebagai masalah paling serius yang dihadapi negaranya