Amerika Serikat (AS) memblokir resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang akan mengakui negara Palestina. Dua belas anggota Dewan Keamanan telah memberikan suara mendukung resolusi tersebut, AS memveto, sedangkan dua negara abstain.
Vedant Patel, Wakil juru bicara Departemen Luar Negeri AS, telah mengumumkan sebelumnya bahwa AS akan memberikan suara menentang resolusi tersebut. "(Sikap) AS sangat jelas, secara konsisten, bahwa tindakan prematur di New York (Markas PBB), bahkan dengan niat terbaik sekalipun, tidak akan mencapai kenegaraan bagi rakyat Palestina," kata Patel seperti dikutip CNN, Kamis (18/4).
Dia juga mencatat bahwa tidak ada suara bulat mengenai apakah Palestina memenuhi kriteria keanggotaan sebagai negara di PBB. Patel mengatakan AS percaya bahwa kenegaraan di masa depan harus bergantung pada negosiasi antara Israel dan perwakilan Palestina.
"Jalan yang paling cepat menuju kenegaraan bagi rakyat Palestina adalah melalui negosiasi langsung antara Israel dan Otoritas Palestina dengan dukungan Amerika Serikat dan mitra lain yang memiliki tujuan yang sama," kata Patel.
Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas mengkritik keras veto AS. Ia mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa veto tersebut tidak adil, tidak bermoral, dan tidak dapat dibenarkan, serta menentang kehendak masyarakat internasional, yang sangat mendukung Negara Palestina untuk mendapatkan keanggotaan penuh di Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Pada saat itu, Duta Besar PBB untuk Wilayah Palestina Riyad Mansour menyebut langkah tersebut sebagai "momen bersejarah". Ia berharap Dewan Keamanan akan meningkatkan diri untuk mengimplementasikan konsensus global mengenai solusi dua negara dengan mengakui negara Palestina sebagai anggota penuh.
Duta Besar Israel untuk PBB, Gilad Erdan, mengutuk langkah tersebut karena dianggap sebagai "negara teror Palestina". Israel Katz, Menteri Luar Negeri Israel, memuji AS karena memveto apa yang ia sebut sebagai "proposal yang memalukan".
"Usulan untuk mengakui negara Palestina, lebih dari enam bulan setelah pembantaian terbesar terhadap orang Yahudi sejak Holocaust dan setelah kejahatan seksual dan kekejaman lainnya yang dilakukan oleh teroris Hamas adalah hadiah untuk terorisme," tulis Katz di X, setelah veto AS.
Upaya Palestina untuk mendapatkan pengakuan sebagai negara anggota penuh dimulai pada tahun 2011. Saat ini mereka adalah negara pengamat non-anggota, sebuah status yang diberikan pada bulan November 2012.
"Ini tidak akan menjadi negara biasa. Ini akan menjadi negara Palestina-Nazi, sebuah entitas yang mencapai status kenegaraan meskipun berkomitmen pada teror dan pemusnahan Israel," kata Erdan.