Laporan IEA: Produksi Panel Surya dan Baterai Dekati Target Nol Emisi

ANTARA FOTO/M. Irfan Ilmie/tom.
Ilustrasi, panel sel surya tersusun rapi di lapangan pembangkitan listrik tenaga surya berteknologi fotovoltaik di Prefektur Hainan, Provinsi Qinghai, China, Selasa (12/7/2022).
Penulis: Agung Jatmiko
11/5/2024, 18.28 WIB

Badan Energi Internasional atau International Energy Agency (IEA) melaporkan, peningkatan investasi dalam manufaktur teknologi energi ramah lingkungan, terutama panel surya dan baterai, menjadi pendorong perekonomian global. Ini diwujudkan dari penciptaan peluang industri dan lapangan kerja baru.

Dalam laporan bertajuk 'Advancing Clean Technology Manufacturing', IEA mencatat bahwa investasi global dalam lima teknologi energi ramah lingkungan, yakni panel surya, angin, baterai, elektroliser, dan pompa panas, meningkat menjadi US$ 200 miliar pada 2023. Jumlah ini meningkat lebih dari 70% dibandingkan tahun sebelumnya, dan mencapai sekitar 4% dari pertumbuhan PDB global.

Pengeluaran untuk produksi panel surya tercatat meningkat lebih dari dua kali lipat pada 2023. Sementara, investasi pada produksi baterai meningkat sekitar 60%.

Hasilnya, kapasitas produksi panel surya PV saat ini sudah sesuai dengan kebutuhan pada 2030 berdasarkan skenario nol emisi bersih atau net zero emission IEA. Untuk sel baterai, jika proyek yang diumumkan disertakan, maka kapasitas produksinya sudah mencapai 90% dari upaya memenuhi permintaan net zero pada akhir dekade ini.

Laporan IEA juga mencatat bahwa banyak proyek yang sedang direncanakan akan segera beroperasi. Sekitar 40% investasi dalam manufaktur energi ramah lingkungan pada 2023 dilakukan pada fasilitas yang akan beroperasi pada tahun ini. Sedangkan untuk baterai, porsinya meningkat menjadi 70%.

“Rekor output dari pembangkit listrik tenaga surya dan pembangkit listrik tenaga baterai mendorong transisi energi ramah lingkungan, dan kuatnya jalur investasi pada fasilitas-fasilitas baru serta perluasan pabrik akan menambah momentum di tahun-tahun mendatang,” kata Direktur Eksekutif IEA Fatih Birol, dalam keterangan resmi, dikutip Sabtu (11/5).

Menurutnya, meski investasi yang lebih besar masih diperlukan untuk beberapa teknologi dan manufaktur energi ramah lingkungan dapat tersebar lebih luas ke seluruh dunia, arah transisi energi semakin jelas. Birol mengatakan, para pembuat kebijakan mempunyai peluang besar untuk merancang strategi industri dengan transisi energi ramah lingkungan sebagai intinya.

Memang, manufaktur energi bersih masih didominasi di beberapa negara, seperti Cina misalnya, yang saat ini memiliki lebih dari 80% kapasitas produksi modul surya PV global.

Namun, laporan IEA mencatat bahwa produksi sel baterai akan menjadi kurang terkonsentrasi secara geografis pada akhir dekade ini. Jika semua proyek yang diumumkan terealisasi, Eropa dan Amerika Serikat (AS) masing-masing dapat mencapai sekitar 15% dari kapasitas terpasang global pada 2030.

Laporan IEA juga menunjukkan, data dan analisis baru berdasarkan penilaian tingkat pabrik terhadap lebih dari 750 fasilitas, menunjukkan bahwa Cina masih menjadi produsen teknologi energi ramah lingkungan dengan biaya terendah.

Fasilitas manufaktur baterai, pembangkit listrik tenaga angin dan surya biasanya 20% hingga 30% lebih mahal untuk dibangun di India dibandingkan di Cina, dan 70-130% lebih mahal di AS dan Eropa.

Namun, sebagian besar total biaya produksi untuk teknologi ini, yakni 70-90%, diperkirakan berasal dari biaya operasional. Ini mencakup input seperti energi, tenaga kerja, dan material, yang menyiratkan bahwa kesenjangan biaya produksi yang terjadi saat ini dapat dipengaruhi oleh kebijakan.