Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) siapkan strategi nasional untuk pengendalian kesehatan ikan dan lingkungan. Langkah tersebut dilakukan untuk menangkal munculnya hama dan penyakit serta penurunan kualitas lingkungan di sentra budidaya Indonesia yang disebabkan oleh cuaca ekstrem.
Sekretaris Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya KKP Tri Hariyanto menuturkan kematian ikan akibat serangan penyakit dan penurunan kualitas lingkungan masih menjadi permasalahan laten dan kompleks. Kondisi cuaca ekstrem dengan intensitas hujan yang tinggi kerap memunculkan kembali patogen penyakit.
“Ini yang harus kita waspadai dengan sedini mungkin melakukan upaya mitigasi,” kata Tri dalam keterangan resmi dari Jakarta, Selasa (27/2).
( Baca : Menteri Susi Klaim Produksi dan Ekspor Ikan Tahun Lalu Meningkat)
Salah satu penyakit yang kerap timbul pada usaha budidaya udang dan mampu mengganggu produktivitas contohnya virus Motil aeromonas septicemia. Sementara itu, potensi risiko jenis penyakit lintas batas baru yang mengancam usaha perikanan budidaya menurutnya antara lain seperti risiko wabah virus WSSV, IMNV, dan penyakit WFD.
Sedangkan potensi risiko jenis penyakit lintas batas juga mengancam usaha perikanan budidaya contohnya adalah Acute Hepatopancreatic Necrosis Disease (AHPND); White Feces Syndrome (WFS); Enterozyton Hepatopenaei (EHP); dan Tilapia Lake Virus ( TiLV).
Karenanya mitigasi sebagai peringatan dini mutlak dilakukan. “Peta sebaran penyakit, kecenderungan penyebaran beserta pemicunya, dan langkah antisipatif harus diketahui secara real time dan sampai ke pembudidaya secara cepat,” jelas Tri.
Oleh karena itu, upaya kerja sama dan juga lintas negara diperlukan untuk mengantisipasi penyebaran penyakit ikan lintas batas dan menekan resiko misalkan dengan pengawasan ketat pada pintu-pintu masuk pelabuhan muat ekspor.
Berbagai kasus kematian ikan massal kerap muncul khususnya di perairan umum seperti di Danau Maninjau dan Waduk Cirata. Penyebabnya karena ada penurunan kualitas dan daya dukung lingkungan.
KKP mencatat, pada 2016 setidaknya terdapat sekitar 4.725 ton ikan mati atau sekitar 0,95% dari total produksi budidaya Keramba Jaring Apung (KJA) air tawar nasional. Dengan asumsi harga ikan Rp 10 ribu per kilogram, jumlah ini diperkirakan menelan kerugian ekonomi hingga mencapai Rp 47,25 miliar.
(Baca juga: Setop Penenggelaman Kapal, Kalla: Ada Protes dari Negara Lain)
Karenanya, Tim Kerja Penanganan Kematian Massal Ikan terus melakukan langkah antisipatif dan pengendalian terhadap kematian massal ikan. Alasannya, Kematian massal ikan tersebut juga berpotensi menurunkan produksi perikanan budidaya yang berasal dari KJA perairan umum hingga 23,5%.
Di samping itu, KKP juga telah menyiapkan strategi yang tertuang dalam dokumen National Strategy on Aquatic Animal Health and Environment. Dokumen diberikan langsung oleh representatif Food and Agriculture Organization (FAO), Mark Smulders.
Smulders menyampaikan bahwa dokumen tersebut merupakan salah satu keluaran dari kerjasama KKP-FAO dalam proyek TCP/INS/3402 dalam membangun dan meningkatkan kapasitas pengelolaan kesehatan ikan dan lingkungan Indonesia. "Saya berharap strategi pengelolaan ini dapat diimplementasikan untuk mengurangi risiko serangan penyakit ikan dan upaya pengendalian lingkungan,” ujarnya.