Harga Minyak Diramal Anjlok ke US$ 10, Terendah Sejak Krisis Moneter

ANTARA FOTO/Idhad Zakaria
Ilustrasi kilang Cilacap.
26/3/2020, 07.21 WIB

(Baca: Anjlok Terdalam Sejak 1991, Harga Minyak Bisa Picu Gelombang Deflasi)

Mereka pun memperingatkan industri bahwa harga minyak bisa jatuh ke US$ 10 per barel tahun ini. "Harga ditakdirkan untuk mengikuti nasib yang sama seperti yang mereka lakukan pada 1998, ketika Brent jatuh ke level terendah sepanjang masa kurang dari US$ 10 per barel," kata Analis Rystad Energy Paola Rodriguez-Masiu, dikutip dari The Guardian.

Hal senada disampaikan oleh analis Barclays. “jika situasi virus corona terus memburuk, seperti yang terjadi baru-baru ini, harga minyak bisa jatuh ke kisaran US$ 10-US$ 15 dalam jangka pendek,” kata Barclays dalam laporannya, dikutip dari Forbes.

Jika hal itu terjadi, produsen dengan biaya terendah pun bakal tertekan secara finansial. Barclays memperkirakan biaya produksi Arab Saudi US$ 3,5 per barel. Secara teori, kerajaan masih bisa untung tipis jika harga minyak US$ 10 per barel.

Berdasarkan data Indexmundi, harga minyak Brent sempat berada pada level US$ 9,8 per barel pada Desember 1998 atau saat krisis moneter. Sedangkan harga minyak WTI terakhir kali di bawah US$ 10 pada 1974.

(Baca: Shell Pangkas Belanja Modal US$ 5 Miliar Imbas Anjloknya Harga Minyak)

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan