Dikritik MPR, RUU Ketahanan Keluarga Dinilai Penuh Masalah

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat mendesak agar RUU Ketahanan Keluarga segera dicabut dalam daftar program legislasi nasional atau Prolegnas prioritas 2020.
Penulis: Sorta Tobing
5/3/2020, 15.31 WIB

Rancangan Undang-Undang Ketahanan Keluarga dinilai terlalu masuk ke ruang privat dan diskriminatif terhadap perempuan. Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat mendesak agar draf aturan itu segera dicabut dalam daftar program legislasi nasional atau Prolegnas prioritas 2020.

“Banyak pasal dalam RUU Ketahanan Keluarga yang melanggar hak asasi manusia,” katanya dalam keterangan tertulisnya, seperti dikutip dari Antara, Rabu (4/3).

Para perempuan, menurut dia, harus bersatu dan bergandengan tangan untuk bersuara soal RUU tersebut. Di pihak lain, anggota DPR perlu melakukan kajian lebih dalam terhadap pasal-pasal kontroversial dan sangat kontradiktif dengan peran wanita saat ini.

Anggota Ombudsman RI Ninik Rahayu mengatakan, aturan itu membuat perempuan mundur ke zaman Raden Ajeng Kartini. “Ini produk hukum politik yang sangat eksklusif,” ucapnya.

Senada dengan Ninik, aktivis perempuan Tunggal Pawestri pun menilai RUU Ketahanan Keluarga sangat bermasalah dan tidak relevan. Naskah akademiknya kacau dan memunculkan stigma kaum Hawa tidak kredibel dalam membina rumah tangga.

Contohnya, seorang ibu yang menjadi tenaga kerja Indonesia atau TKI di luar negeri. Mengacu RUU tersebut, TKI ini termasuk dalam kategori ibu tidak ideal dan tidak mampu mengurus rumah tangga. Padahal ia terpaksa meninggalkan suami dan anak untuk menghidupi keluarganya. "RUU yang seharusnya untuk memperbaiki masalah, malah berlaku sebaliknya," kata Pawestri.

(Baca: Pemerintah Dalami Kemungkinan RUU Ketahanan Keluarga Inkonstitusional)

Pasal-Pasal Bermasalah RUU Ketahanan Keluarga

RUU Ketahanan Keluarga telah masuk proses harmonisasi di Badan Legislatif atau Baleg DPR sejak 7 Februari 2020. Ada lima politisi yang mengajukan draf aturan tersebut, yaitu Sodik Mudjahid dari Fraksi Partai Gerindra, Netty Prasetiyani dan Ledia Hanifa dari Fraksi PKS, Endang Maria Astuti dari Fraksi Partai Golkar, serta Ali Taher dari Fraksi PAN.

Lembaga kajian independen International for Criminal Justice Reform atau ICJR dalam siaran persnya pada 26 Februari lalu, menilai pemerintah harus mengkaji ulang rencana pembahasan aturan usulan DPR itu. Paling tidak ada tiga catatan penting dari aturan bermasalah itu.

Pertama, RUU Ketahanan Keluarga menguraikan banyak hal terkait kewajiban-kewajiban tertentu yang belum tentu diperlukan dalam setiap keluarga. Pasal 15 ayat 1, misalnya, mengatakan kewajiban keluarga salah satunya berperan serta dalam penyelenggaraan ketahanan keluarga untuk mewujudkan keluarga Indonesia yang tangguh dan berkualitas.

Lalu, dalam pasal 16 ayat 1 memuat kewajiban anggota keluarga yang terdiri dari menaati perintah dan menjauhi larangan agama. Lalu, pasal 24 ayat 2 menyebut kewajiban suami dan istri untuk saling mencintai, menghormati, serta menjaga kehormatan.

Halaman:
Reporter: Antara