Usulan DPR, Berikut Daftar Pasal Kontroversial RUU Ketahanan Keluarga

Pingit Aria
20 Februari 2020, 20:53
gedung DPR
Donang Wahyu|KATADATA
gedung DPR

Rancangan Undang-Undang atau RUU Ketahanan Keluarga yang diusulkan sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menuai kontroversi. Sebab, RUU memuat sejumlah regulasi yang mengatur ranah privat dalam keluarga.

RUU ini diusulkan oleh lima orang anggota DPR dari empat fraksi yang berbeda. Mereka adalah anggota Fraksi PKS Ledia Hanifa dan Netty Prasetiyani, anggota Fraksi Golkar Endang Maria Astuti, anggota Fraksi Gerindra Sodik Mujahid, dan anggota Fraksi PAN Ali Taher.

Advertisement

Saat ini, draf RUU tersebut masih dalam tahap penjelasan pengusul di rapat Badan Legislasi (Baleg) DPR.  Jika lolos, draf ini selanjutnya akan dibahas di Panja (Panitia Kerja) untuk diharmonisasi, sebelum dibawa ke pleno Baleg.

(Baca: LGBT Wajib Lapor, Ini Pasal Kontroversial RUU Ketahanan Keluarga)

Ada beberapa pasal dalam draf RUU Ketahanan Keluarga yang berpotensi menimbulkan polemik. Berikut di antaranya:

Kewajiban suami-istri

Kewajiban suami istri dalam menjalankan kehidupan berkeluarga diatur dalam pasal 25. Pada Ayat (2) disebutkan ada empat kewajiban suami, yaitu:

1. sebagai kepala keluarga yang bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan dan kesejahteraan keluarga, memberikan keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya, dan bertanggung jawab atas legalitas kependudukan keluarga;

2. melindungi keluarga dari diskriminasi, kekejaman, kejahatan, penganiayaan, eksploitasi, penyimpangan seksual, dan penelantaran;

3. melindungi diri dan keluarga dari perjudian, pornografi, pergaulan dan seks bebas, serta penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; serta

4. melakukan musyawarah dengan seluruh anggota keluarga dalam menangani permasalahan keluarga.

Sementara itu, kewajiban istri diatur di dalam Ayat (3) yaitu:

1. wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya;

2. menjaga keutuhan keluarga; serta

3. memperlakukan suami dan anak secara baik, serta memenuhi hak-hak suami dan anak sesuai norma agama, etika sosial, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(Baca: Draf RUU Omnibus Law Ibu Kota Negara Rampung, Hanya Ada 30 Pasal)

Donor sperma dan ovum

Di dalam Pasal 26 Ayat (2) disebutkan bahwa setiap suami istri yang terikat perkawinan yang sah berhak memperoleh keturunan. Proses tersebut dapat dilakukan dengan cara alamiah atau teknologi reproduksi dengan menggunakan hasil pembuahan sperma dan ovum yang berasal dari suami-istri yang bersangkutan dan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal.

Kemudian pada Ayat (3) disebutkan reproduksi bantuan dilakukan sebagai upaya akhir untuk memperoleh keturunan berdasarkan pada suatu indikasi medik sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Namun, Pasal 31 memuat larangan untuk menjualbelikan sperma atau ovum, mendonorkan secara sukarela, menerima donor sperma atau ovum yang dilakukan secara mandiri atau pun melalui lembaga untuk keperluan memperoleh keturunan.

Halaman:
Reporter: Antara
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement