Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menganggap Kejaksaan Agung tak serius dalam menangani pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat di masa lalu, khususnya Semanggi 1 & 2. Hal ini lantaran minimnya kejelasan pelaku yang diproses secara hukum.
Anggota Komisi III dari fraksi PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu menjelaskan selama lima tahun terakhir pekerjaan Korps Adhyaksa dinilai jalan ditempat. Padahal, tekanan publik sudah sangat besar untuk meminta kejelasan kasus itu.
"Saya tagih kepada bapak-bapak (Kejaksaan) sekalian yang memiliki mandat untuk menyelesaikan ini," kata dia saat menghadiri rapat dengar pendapat bersama Kejaksaan Agung di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Senin (20/1).
(Baca: Mahfud Cari Cara Tuntaskan Kasus Tragedi Semanggi I dan II)
Masinton mengatakan penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu menjadi tuntutan publik dan merupakan beban sejarah di masa lalu yang harus diselesaikan negara. Terlebih, biaya yang digunakan untuk penyelidikan kasus mencapai ratusan miliar dan diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Di sisi lain, Masinton menyoroti alasan Kejaksaan yang menyebut penyelesaian tragedi berdarah itu sarat kepentingan politik. Padahal, DPR telah sepakat untuk melanjutkan kasus itu sebagai pelanggaran HAM berat. "Kemudian ini dijadikan dasar kejaksaan dengan laporannya tadi. Mohon maaf bapak-bapak tidak bekerja dalam konteks pelanggaran ini," kata dia.
Sementara itu, Jaksa Agung RI, Sanitiar Burhanuddin menjelaskan penanganan kasus pelanggaran HAM berat akan menjadi perhatiannya di masa depan. Pihaknya akan menjalin kerja sama dengan institusi-institusi lain untuk mencari jalan keluar terbaik bagi kepentingan bangsa dan negara. "Kami bersama Kementerian Hukum dan HAM akan mencari solusi terbaik untuk bangsa ini," kata dia.
(Baca: Mahfud Jelaskan Jalur Penyelesaian 12 Kasus Pelanggaran HAM Berat)
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mencari cara menyelesaikan kasus tragedi Semanggi I dan II yang belum juga kelar bertahun-tahun. Ini lantaran masih adanya perbedaaan pandangan antara Kejaksaan Agung dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Namun Mahfud juga menyatakan dirinya belum mendengar pernyataan langsung dari Burhanuddin mengenai kasus Semanggi. Apalagi dia berpendapat bahwa pelanggaran HAM berat terdiri dari dua hal. “Ada kejahatan kemanusiaan dan ada genosida,” ujar Mahfud.