Kementerian ESDM Respons Dampak Konflik AS-Iran terhadap Harga BBM

ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
Ilustrasi, seorang petugas berada di depan mobil tangki yang melakukan pengisian BBM ke mobil tangki di area pengisian otomatis (New Gantry System) Integrated Terminal BBM Jakarta, Plumpang, Senin (23/12/2019).
8/1/2020, 20.50 WIB

Di satu sisi, Indonesia masih mengimpor minyak dan gas (migas). Data Badan Pusat Statistik (BPS), impor migas secara kumulatif sepanjang Januari-November 2019 mencapai US$ 19,75 miliar atau turun 29,06% secara tahunan (year on year/yoy).

“Ya harga minyak dunia pernah di atas US$ 100 saja tidak masalah,” kata Djoko.

Harga minyak dunia terus melonjak setelah Iran menyerang pangkalan militer AS di Irak. Hal itu merupakan balasan dari serangan udara AS yang menewaskan Jenderal Qassem Soleimani pada akhir pekan lalu (3/1).

(Baca: Bahan Bakar Mahal, Nelayan Pantura Sulit Mencari Ikan ke Laut Natuna)

Meski begitu, Pertamina berusaha menekan impor migas dengan cara membeli minyak mentah domestik. Hingga Juni 2019, Pertamina menyerap 116,9 ribu barel per hari (BPOD) minyak mentah dari 37 kontraktor migas Indonesia. Jumlah tersebut delapan kali lebih besar dari pembelian 2018, 12,8 ribu BOPD.

Dengan cara itu, volume impor minyak mentah Pertamina berhasil ditekan. Dalam kurun waktu 2016 hingga 2018, impor minyak mentah Pertamina turun dari 149 juta barel menjadi 113 juta barel. Dalam Rancangan Keuangan dan Anggaran Perusahaan (RKAP) 2019, Pertamina memproyeksi impor minyak mentah hanya 190 ribu BOPD, lebih rendah dari 2018 sebesar 339 ribu BOPD.

Biarpun begitu, impor produk BBM Pertamina tetap tinggi. Sebab, impor produk BBM pada 2016 sebesar 117 juta barel lalu naik menjadi 145 juta barel setahun kemudian.

(Baca: Pertamina Tambah Impor Minyak Mentah dari AS 4,75 Juta Barel pada 2020)

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan