Sri Mulyani Selidiki Para Pelaku Selundupan Harley Davidson & Brompton

ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri BUMN Erick Thohir saat menggelar konferensi pers terkait dugaan penyelundupan motor Harley Davidson dan sepeda Brampton.
Penulis: Ihya Ulum Aldin
Editor: Agustiyanti
5/12/2019, 19.00 WIB

Menteri BUMN Erick Thohir menebak ada unsur pidana dalam kasus dugaan penyelundupan motor Harley Davidson dan sepeda Brompton melalui lambung pesawat PT  Garuda Indonesia Tbk. Kasus yang diduga melibatkan Direktur Utama Garuda Indonesia Ari Askhara ini diperkirakan menimbulkan kerugian negara mencapai Rp 1,5 miliar. 

"Saya yakin, Menteri Keuangan dan Dirjen Bea dapat menuntaskan ini, apalagi ada kerugian negara. Jadi tidak hanya perdata, tapi faktor pidana. Ini yang memberatkan," kata Erick dalam konferensi pers di Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (5/12).

Petugas Bea Cukai sebelumnya menemukan beberapa koper bagasi penumpang dan 18 koli yang keseluruhannya memiliki claimtag  bagasi penumpang. Sebanyak 15 koli atas nama SAS yang berisi motor Harley Davidson dan 3 koli sisanya atas nama LSB berisi dua sepeda Brompton.

Berdasarkan hasil penelurusan di pasaran, perkiraan nilai motor Harley Davidson tersebut antara Rp 200 juta hingga Rp 800 juta per unit. Sedangkan untuk sepeda Brompton di antara Rp 50 juta sampai Rp 60 juta per unit. Total kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 532 juta hingga Rp 1,5 miliar.

 (Baca: Alasan Ganggu Investasi, Luhut Dukung Erick Thohir Pecat Dirut Garuda)

Pada kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pihaknya masih melakukan proses penelitian lebih lanjut terhadap pihak ground handling. Pemeriksaan juga dilakukan pada nama-nama penumpang yang masuk di dalam claimtag tersebut.

"Kami mendapatkan bahwa saudara SAS mengaku bahwa barang ini dibeli melalui akun Ebay. Sudah lama katanya ingin melakukan pembelian melaluian akun Ebay," kata Sri Mulyani.

Namun, saat dilakukan pengecekan terhadap akun penjual Ebay seperti keterangan yang disampaikan SAS, pihak Bea Cukai tak mendapatkan kontak penjual. Bea Cukai juga bakal melakukan penelusuran terkait motif pembelian motor Harley yang menggunakan nama SAS dari sudut pandangnya.

"Kami terus akan melihat, apakah SAS ini memang hobi motor? Yang kami ketahui, dia tidak pernah memiliki hobi motor, tapi kok mengimpor Harley? Dia hobinya sepeda, mungkin dari sepeda jadi sepeda motor,"  ungkap dia. 

(Baca: Erick Thohir Pecat Dirut Garuda soal Kasus Harley Davidson & Brompton)

Pihaknya juga menduga SAS sejak awal transaksi memiliki motif  untuk membawa motor Harley Davidson tersebut ke Indonesia. Saat ini, SAS juga diketahui memiliki utang bank senilai Rp 300 juta yang dicairkan pada Oktober lalu untuk melakukan renovasi rumah.

SAS juga tercatat pernah melakukan transfer sebanyak tiga kali dengan nilai Rp 50 juta kepada istrinya. Meski begitu, Sri Mulyani tidak menjelaskan lebih lanjut apakah transaksi ini ada hubungannya dengan pembelian Harley berwarna merah tersebut.

"Jadi, kami masih di dalam proses melakukan penyelidikan terhadap motif awal dan apakah yang bersangkutan memang memiliki atau melakukan atas nama pihak lainnya. Ini yang menjadi salah satu pusat penyelidikan pemeriksaan dari Bea Cukai," kata dia.

(Baca: Erick Thohir Beberkan Cara Dirut Garuda Selundupkan Harley Davidson)

Sri Mulyani menduga bahwa SAS mencoba pasang badan untuk melindungi pihak lain. Untuk itu, bakal terus ada tindak lanjut terhadap yang bersangkutan, atau yang mengatasnamakan, maupun seluruh jajaran Direksi Garuda. 

Padahal berdasarkan Pasal 103 Huruf C Undang-Undang Kepabeanan, pihak yang memberikan keterangan lisan atau tertulis yang tidak benar atau yang digunakan untuk pemenuhan kewajiban kepabeanan, tentu memiliki konsekuensi.

"Mengenai sanksi, barangnya dirampas, untuk penyelidikan akan tetap dikembangkan. Nanti akan tetap dikembangkan sehingga kita akan lihat pasal-pasal apa yang akan dikenakan kepada yang bersangkutan," katanya.

Reporter: Ihya Ulum Aldin