Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir heran melihat semua perusahaan pelat merah memiliki hotel. Karena itu, ia ingin mengembalikan semua BUMN ke bisnis inti masing-masing.
“Semua BUMN punya bisnis hotel. Nah, ini kenapa kami harus konsolidasi sesuai dengan core business-nya,” kata Erick di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (2/12).
Ia mencontohkan PT PANN Multi Finance. Perusahaan yang jarang terdengar ini memiliki bisnis hotel, bahkan pembiayaan pesawat terbang. Padahal, bisnis intinya adalah pembiayaan kapal.
Erick di hadapan anggota Komisi VI DPR mengaku baru saja bertemu dengan direksi PANN. “Gimana perusahaan leasing kapal ini bisa hidup kalau sejarahnya ada leasing pesawat terbang. Apalagi mohon maaf tiba-tiba ada bisnis hotel," ucapnya.
Ia juga menyorot banyaknya BUMN yang memiliki anak usaha di bisnis air minum. Jumlah ini, menurut dia, terlalu banyak untuk bergerak di bidang yang sama. “Secara keseluruhan ada 22 perusahaan air minum,” kata Erick.
(Baca: Erick Thohir Akan Ubah ‘Superholding’ BUMN Rancangan Rini Soemarno)
Yang lebih ajaib lagi, dengan bisnis melebar ke mana-mana, hanya 15 perusahaan yang memberi keuntungan dari total 142 BUMN. Penyumbang terbesarnya adalah perusahaan yang bergerak di bidang perbankan, telekomunikasi, minyak, dan gas bumi.
Dengan kondisi itu, pemerintah setiap tahun terus menyuntikkan modal besar kepada sejumlah BUMN untuk meningkatkan kinerjanya. Salah satu yang mendapat suntikan itu tahun depan adalah PANN.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun mengaku tidak familiar dengan BUMN ini. Tapi tahun depan perusahaan akan mendapatkan penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp 3,76 triliun yang berasal dari konversi utang subsidiary loan agreement (SLA) menjadi ekuitas.
Di depan anggota Komisi XI DPR kemarin, Sri menjelaskan PANN merupakan perusahaan yang telah lama berdiri, sejak 1974. Bisnisnya mencakup telekomunikasi navigasi maritim dan jasa pelayaran hingga bidang properti dan perhotelan.
PANN saat ini memiliki dua bangunan hotel dan satu gedung kantor. “Jadi, ini tampaknya BUMN sektor maritim yang sudah berdiri cukup lama, sudah eksis tapi enggak pernah dengar,” kata mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.
(Baca: Empat Tahun Absen, Menteri BUMN Akhirnya Hadiri Rapat di Gedung DPR)
Hotel-hotel Milik BUMN
Sebenarnya pemerintah sudah memiliki BUMN di bidang jasa perhotelan, yaitu PT Hotel Indonesia Natour (Persero) atau HIN. Perusahaan ini memiliki bisnis hotel bernama Inna Hotels & Resorts.
Jumlah hotel yang HIN miliki saat ini mencapai 14 unit, termasuk Inaya Putri Bali, Grand Inna Kuta, Grand Inna Padang, Grand Inna Bali Beach, Grand Inna Malioboro, Grand Inna Tunjungan, Grand Inna Samudra Beach, dan Grand Inna Medan.
Pada 28 September 2016, Menteri BUMN Rini Soemarno membentuk konsolidasi seluruh hotel yang dimiliki BUMN dalam sinergi Hotel Indonesia Group (HIG). HIN kemudian ditunjuk sebagai koordinatornya.
Nah, BUMN besar yang memiliki hotel cukup banyak adalah PT Pertamina (Persero). Melalui anak usahanya, PT Patra Jasa, perusahaan memiliki bisnis hotel dan gedung kantor.
Yang cukup popular adalah The Patra Bali Resort & Villas di Kuta. Lalu, ada Patra Semarang, Patra Comfort Bandung, Patra Comfort Jakarta, Patra Comfort Anyer, dan Patra Comfort Parapat.
(Baca: Erick Thohir Belum Diskusi dengan OJK soal Penyelamatan Jiwasraya)
Hotel yang dimiliki oleh PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk juga tak kalah beken. Melalui anak usahanya, PT Aero Wisata, BUMN penerbangan itu memiliki hotel kelas bintang lima, Prama Grand Preanger Bandung, Prama Sanur Beach Bali, dan Prama Sthala Ubud Bali.
Lalu, Aero Wisata juga memiliki hotel untuk kelas menengah yang disebut Kila, seperti Kila Senggigi Beach Lombok. Kategori hotel yang lebih murah lagi adalah Asana. Contoh hotelnya seperti Asana Grove Yogyakarta, Asana Kawanua Jakarta, Asana Grand Pangrango Bogor, Asana Agung Putra Bali, dan Asana Nevada Ketapang.