Kejati DKI Tingkatkan Kasus Dugaan Korupsi Jiwasraya ke Penyidikan

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Ilustrasi. Asuransi Jiwasraya tengah mengalami kerugian hingga menyebabkan modal perusahaan minus Rp 24 triliun.
Penulis: Agustiyanti
28/11/2019, 10.30 WIB

Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menemukan bukti permulaan atas dugaan tindak pidana korupsi pada PT Asuransi Jiwasraya. Status kasus BUMN Asuransi ini pun ditingkatkan dari penyelidikan menjadi penyidikan.

"Dari hasil penyelidikan, telah didapatkan bukti permulaan yang cukup dan ditingkatkan ketahap penyidikan," ujar Kasipenkum Kejati DKI Jakarta Nirwan Nawawi.

Nirwan menjelaskan penyelidikan terhadap Asuransi Jiwasraya sudah dimulai sejak November 2018 melalui surat perintah Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta No: Print-4816/O.1/Fd.1/11/2018. Penyelidikan dilakukan berdasarkan pengaduan masyarat yang mengendus dugaan korupsi pada Jiwasraya sejak 2014 hingga 2018 terkait produk JS Saving Plan.

Produk ini memberikan tawaran bunga tinggi di atas rata-rata pasar antara 6,5% hingga 10%. Dari penjualan produk tersebut, perusahaan memperoleh premi sebesar Rp 53,27 triliun.

(Baca: Kemelut Jiwasraya, Pengamat Asuransi Lihat Banyak Jalan untuk Selamat)

Menurut Nirwan, terdapat penyimpangan dalam proses penjualan produk dan pemanfaatan pendapatan hasil penjualan produk. Hal ini diduga melanggar ketentuan perundang-undangan sehingga memenuhi kualifikasi tindak pidana korupsi atau delik korupsi.

Setelah menemukan bukti permulaan, Kejati DKI membawa kasus ini pada tahap penyidikan. Adapun perintah penyidikan telah diterbitkan melalui surat Kepala Kejaksaan Tinggi No: Print- 1611/M.1/Fd.1/06/2019 tanggal 26 Juni 2019.

"Tim Penyidik Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta telah memeriksa sebanyak 66 (enam puluh enam) orang saksi dari pihak-pihak terkait," jelas dia.

(Baca: Nasib Lembaga Penjamin Polis di Tengah Kasus Jiwasraya dan Bumiputera)

Kajati DKI juga telah melakukan pengumpulan dokumen-dokumen sebagai alat bukti dan meminta penunjukan ahli auditor dari Kantor Akuntan Publik untuk dapat memeroses perhitungan kerugian negara.

Sebelumnya, Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko mengakui perusahaan tengah menghadapi persoalan yang serius. Namun, dia mamastikan pihaknya dan pemegang saham yaitu Kementerian BUMN akan mencari solusi.

Saat ini, pemerintah tengah mengkaji sejumlah opsi penyelamatan Jiwasraya. Di sisi lain, pemerintah juga telah meminta pihak kejaksaan memeriksa kerugian yang dialami BUMN ini setelah beberapa waktu lalu juga meminta BPKP untuk melakukan audit keuangan.

Berdasarkan dokumen Rapat Dengar Pendapat Jiwasraya dengan DPR yang diterima Katadata.co,id belum lama ini, perusahaan mencatatkan modal atau ekuitas minus Rp 24 triliun per September 2019. Jiwasraya juga disebut membutuhkan dana Rp 32,89 triliun untuk membayar polis jatuh tempo dan memperbaiki likuiditas.

 (Baca: Kemelut Gagal Bayar Jiwasraya, Tantangan Besar bagi Erick Thohir )

Dokumen tersebut juga mengungkapkan penyebab masalah keuangan perseroan, antara lain kesalahan dalam pembentukan produk Saving Plan dan pengelolaan investasi yang tidak hati-hati. 

Produk Saving Plan ditawarkan dengan imbal hasil  pasti sebesar 9% hingga 13% sejak 2013 hingga 2018, dengan periode pencairan setiap tahun. Namun pada kenyataannya, imbal hasil yang ditawarkan itu lebih besar dibandingkan rata-rata hasil investasi di pasar.

Perusahaan juga diketahui banyak melakukan investasi pada aset berisiko untuk mengejar imbal hasil tinggi, sehingga mengabaikan prinsip kehati-hatian. Pada tahun lalu, sebesar 22,4% atau Rp 5,7 triliun dari total aset finansial perusahaan ditempatkan pada saham, tetapi hanya 5% yang ditempatkan pada saham LQ45.

Lalu 59,1% atau Rp 14,9 triliun ditempatkan pada reksa dana, tetapi hanya 2% yang dikelola oleh top tier manajer investasi. 

Reporter: Ihya Ulum Aldin