Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menargetkan ada sekitar sebelas perjanjian dagang yang bakal dirampungkan pada akhir 2020. Hal ini sebagaimana perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (30/10).
"Kami targetnya ada kurang lebih sebelas (perjanjian dagang yang akan diselesaikan)," kata Agus di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.
Agus mengatakan, Kementerian Perdagangan saat ini masih terus mengkaji peluang dari sebelas perjanjian dagang tersebut. Sebab, masih ada berbagai isu yang sedang bergulir yang harus diidentifikasi terlebih dahulu.
Namun dirinya menyatakan, kajian sebelas perjanjian dagang tersebut bakal difinalisasi pada awal bulan depan. "Awal bulan depan sudah clear semuanya," kata Agus.
(Baca: Jokowi Perintahkan Kebut Perjanjian Dagang demi Dongkrak Ekspor)
Dari sebelas perjanjian dagang tersebut, salah satu yang bakal diprioritaskan salah satunya Indonesia-Uni Eropa Comprehensive Economic Partnership Aggreement (IE-CEPA). Lewat perjanjian dagang tersebut, pemerintah berupaya mempermudah ekspor sawit ke Uni Eropa.
Hal senada disampaikan oleh Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga. Menurunya, IEU CEPA merupakan salah satu perjanjian dagang yang bakal diprioritaskan Indonesia.
Karenanya, Jerry akan berkomunikasi dengan Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Vincent Guerend agar bisa membahas IEU-CEPA secara detail. "Supaya selama ini yang belum rampung bisa kami selesaikan dengan cepat," kata Jerry.
Selain IEU-CEPA, Kementerian Perdagangan akan memprioritaskan penyelesaian Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). Perjanjian dagang itu melibatkan sepuluh negara ASEAN dan enam negara lainnya, yakni India, Tiongkok, Korea Selatan, Jepang, Australia, dan Selandia Baru.
Jerry lantas berharap penyelesaian berbagai perjanjian dagang itu bisa sesuai dengan target yang ditetapkan oleh Jokowi. "Mudah-mudahan semua cepat. Kami upayakan semuanya dituntaskan," kata pria yang berasal dari Partai Golkar ini.
(Baca: Kesepakatan Dagang AS-Tiongkok Bakal Diteken Lebih Cepat)
Sebelumnya, Jokowi memerintahkan agar Indonesia dapat terus melakukan perjanjian perdagangan tanpa henti dengan berbagai negara di dunia. Hal ini dilakukan sebagai langkah mengantisipasi ancaman perlambatan dan resesi ekonomi global.
Sebab, perjanjian perdagangan dapat mendorong peningkatan ekspor dan investasi. “Artinya peningkatan ekspor dan investasi jadi kunci dalam kegiatan kita di bidang ekonomi,” kata Jokowi.
Peningkatan ekspor masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah yang masih harus diselesaikan di tengah banyaknya dinamika perdagangan dunia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan pada September 2019 defisit sebesar US$ 160 juta, memburuk dibanding bulan sebelumnya yang mencatatkan surplus US$ 85 juta. Defisit tersebut terutama disebabkan kinerja ekspor yang turun, sementara impor mulai meningkat.
Pada September 2019, ekspor Indonesia tercatat sebesar US$ 14,1 miliar turun 1,21% dibanding bulan sebelumnya atau 5,74% dibanding periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, impor pada September tercatat masih meningkat 0,63% dibandingkan bulan sebelumnya atau turun 2,41% dibanding periode yang sama tahun lalu.