Lima anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) periode 2019-2024 resmi dilantik oleh Mahkamah Agung (MA) pada Kamis (17/10). Empat dari anggota BPK tersebut memiliki latar belakang sebagai politisi. Mereka adalah Achsanul Qosasi, Daniel Lumban Tobing, Harry Azhar Azis, dan Pius Lustrilanang. Satu-satunya anggota BPK baru yang bukan politisi adalah Hendra Susanto, yang merupakan auditor BPK.
Pemerintah memiliki harapan besar terhadap para anggota BPK yang baru. BPK sebagai auditor pemerintah diharapkan bisa menjalankan tugasnya menjaga tata kelola negara dan keuangan negara.
Pius Lustrilanang merupakan anggota BPK yang memperoleh suara terbanyak ketika dilakukan pemungutan suara (voting) di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), September lalu. Politisi Gerindra ini meraih 43 suara, diikuti Daniel Lumban Tobing dengan 41 suara, Hendra Susanto 41 suara, Achsanul Qosasi 31 suara, dan Harry Azhar Azis 29 suara.
Pius yang lahir di Palembang, 10 November 1968 dikenal sebagai aktivis Aliansi Demokrasi Rakyat (Aldera) yang terjun dalam gerakan reformasi 1998. Keberaniannya menentang Orde Baru membuat ia diincar dan diculik sekelompok orang tak dikenal di depan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada 4 Februari 1998.
Pius disekap selama dua bulan bersama beberapa aktivis lainnya, termasuk Direktur LBH Nusantara, Desmon J Mahesa. Ia dibebaskan pada 26 April 1998. Namun, ia mengaku tak bisa mengidentifikasi siapa orang yang menculik dan menyekapnya. Belakangan, dalam wawancara dengan Tempo pada Oktober 2013, Pius menyatakan bahwa penculiknya adalah Tim Mawar Komando Pasukan Khusus (Kopasus) Angkatan Darat.
(Baca: Hendra Susanto, Anggota Baru BPK yang Bukan Politisi)
Dipecat PDIP hingga Berlabuh ke Gerindra
Setelah peristiwa itu, Pius mulai melirik dunia politik. Ia dicalonkan menjadi calon legislatif untuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) pada Pemilu 1999.
Seperti ditulis Kompas.com, Pius pernah menjadi Pimpinan Kolektif Gerakan Pembaruan PDIP. Gerakan tersebut menilai pelaksanaan Kongres II PDIP di Bali cacat hukum karena pemilihan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) tidak demokratis. Akibat gerakan tersebut, Ketua Umum PDIP Megawati Sukarnoputri memecat Pius dari PDIP pada Mei 2005 karena dinilai melanggar anggaran dasar/anggaran rumah tangga partai.
Pius sempat mendirikan Partai Persatuan Nasional (PPN) pada Desember 2007. Kemudian ia didekati oleh Fadli Zon untuk membangun partai yang pengurusnya adalah anak-anak muda. Komunikasi terputus ketika Fadli Zon sakit. Pius lalu bertemu dengan Prabowo Subianto yang memintanya untuk bergabung dengan Gerindra. Semula Pius menolak lantaran sudah punya partai sendiri.
(Baca: Mayoritas Politisi, Ini Profil Anggota BPK 2019-2024 Pilihan DPR)
Pria lulusan Universitas Katolik Parahyangan ini akhirnya bergabung dengan Partai Gerindra setelah PPN tidak lolos verifikasi Departemen Hukum dan HAM. Dalam wawancara dengan Tempo, Pius menyatakan tidak ada yang aneh dengan keputusannya bergabung ke Gerindra. Meskipun, peristiwa penculikan Pius pada 1998 dilakukan oleh Tim Mawar yang berhubungan dengan Prabowo. "Buat saya, membandingkan pilihan saya sekarang dengan kejadian sepuluh tahun yang lalu justru adalah sebuah keanehan," kata Pius kepada Tempo.
(Baca: Achsanul Qosasi, Calon Anggota BPK yang Sukses Besarkan Madura United )
Gagal di Pileg 2019, Berhasil Jadi Pimpinan BPK
Dalam Pemilu 2009, Pius maju sebagai caleg dari Gerindra. Ia berhasil melaju ke Senayan dan menjadi anggota DPR periode 2009-2014. Ia kembali lolos sebagai anggota DPR pada periode 2014-2019 dan bertugas di Komisi XI yang membidangi perbankan dan keuangan.
Pius kembali mencalonkan diri sebagai anggota dewan dalam Pemilu Legislatif 2019. Namun, ia gagal lolos ke Senayan. Selanjutnya, ia mengikuti pemilihan anggota BPK dan terpilih untuk menjabat sebagai pimpinan lembaga tersebut pada periode 2019-2024.
(Baca: Harry Azhar Azis, Calon Anggota BPK yang Dibayangi Panama Papers)