Jokowi Minta Tunda Pembahasan RKUHP, Serius atau Pencitraan?

Ajeng Dinar Ulfiana|KATADATA
Sejumlah demonstran melakukan aksi demo di depan gedung DPR MPR RI,  Jakarta Pusat (16/9). Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah keukeuh memasukkan pasal-pasal yang mengatur tentang tindak pidana korupsi dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Pingit Aria
22/9/2019, 21.03 WIB

Pasalnya, partai-partai pendukung Jokowi, yakni PDIP, Golkar, PKB, PPP, Nasdem, Hanura merupakan mayoritas di DPR saat ini. "Dia punya partai-partai di DPR yang bisa menyatakan penolakan atau dukungan kepada Jokowi. Jadi ruang untuk melakukan apa yang dilakukan Jokowi sangat terbuka kalau konsisten," kata Lucius.

Sebelumnya, Jokowi meminta DPR menunda pengesahan RKUHP pada Jumat (20/9). Jokowi meminta pembahasan RKUHP dialihkan kepada DPR periode 2019-2024 mendatang.

Penundaan RKUHP ini lantaran dirinya melihat masih ada pasal-pasal yang perlu ditinjau ulang dalam draf acuan hukum pidana terbaru itu. Hal itu sebagaimana yang disampaikan oleh berbagai kalangan yang keberatan dengan RKUHP. “Kurang lebih 14 pasal,” kata Jokowi dalam konferensi pers di Istana Bogor, Jawa Barat.

(Baca: YLBHI Duga Ada Barter Kepentingan dalam Penyusunan RKUHP)

Atas dasar itu, Jokowi memerintahkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kumham) Yasonna Laoly menyampaikan sikap pemerintah ke Dewan. Dia pun memerintahkan Yasonna untuk menjaring masukan dari berbagai kalangan sebagai bahan penyempurnaan RKUHP.

Halaman:
Reporter: Dimas Jarot Bayu