YLBHI Duga Ada Barter Kepentingan dalam Penyusunan RKUHP

ANTARA FOTO/APRILLIO AKBAR
Ilustrasi demonstasi menentang RKUHP. YLBHI mencurigai ada pertukaran kepentingan dalam penyusunan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP)
Editor: Agustiyanti
21/9/2019, 19.12 WIB

Sementara Anggota Dewan Pers Agung Darmajaya menyebut, pihaknya tak dilibatkan dalam penyusunan RKUHP. Padahal, pemerintah dan DPR seharusnya memberikan ruang pendapat bagi semua pihak.

"Kami tidak dilibatkan dalam pembahasan. Kami berharap UU Pers, kode etik jurnalistik dengan RKUHP tidak tumpang tindih," kata dia. 

(Baca: Di Revisi KUHP, Pasangan Kumpul Kebo Terancam Pidana 6 Bulan)

Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah menyepakati Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) bakal disahkan menjadi undang-undang (UU) dalam Rapat Paripurna. Pengesahan RKUHP rencananya dijadwalkan pada Selasa (24/9) mendatang meski sejumlah pihak mengkritik dan meminta penundaan. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengatakan RKUHP telah digodok empat tahun dan perlu disahkan segera.

Dia mengatakan jika tidak diputuskan maka Indonesia akan terus menggunakan produk hukum kolonial. "Kalau ngotot terus, tidak akan selesai," kata Yasonna usai rapat kerja RKUHP di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (18/9) malam.

Namun, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menunda pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP). Jokowi melihat masih ada pasal-pasal yang perlu ditinjau ulang dalam draf acuan hukum pidana terbaru itu.

Oleh karena itu, dia memerintahkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kumham) Yasonna Laoly menyampaikan sikap pemerintah ke Dewan. Pembahasan akan dilakukan oleh anggota DPR periode 2019-2024 mendatang. “Kurang lebih 14 pasal yang akan dikoordinasikan dengan DPR,” kata Jokowi dalam konferensi pers di Istana Bogor, Jumat (20/9).

Halaman:
Reporter: Fariha Sulmaihati