Di Revisi KUHP, Pasangan Kumpul Kebo Terancam Pidana 6 Bulan
Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) siap disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah pada pekan depan. Namun acuan hukum pidana terbaru ini menjadi sorotan masyarakat lantaran substansinya yang menuai pro-kontra.
Salah satu yang kontroversial adalah pasal yang mengatur perzinaan. Dalam Pasal 419 RKUHP, setiap pasangan yang hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan alias kumpul kebo (kohabitasi) bisa dipidana selama enam bulan.
Namun pasal ini merupakan delik aduan sehingga penuntutan hanya dapat dilakukan atas pengaduan pihak tertentu saja. "Tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami, istri, orang tua, atau anaknya,” demikian bunyi Pasal 419 ayat (1) RKUHP seperti dikutip pada Jumat, (20/9).
(Baca: Rancangan KUHP yang Akan Disahkan DPR Bertabur Pasal Kontroversial)
Namun dalam rapat tanggal 15 September 2019, ada usulan bahwa pengaduan terhadap pasangan kumpul kebo dapat dilakukan oleh kepala desa. Syaratnya, ada keberatan dari suami, istri, orang tua, atau anak terlapor. Padahal berbagai kelompok masyarakat sipil menilai aturan ini tidak perlu karena sudah masuk ke ruang privasi.
Salah satunya ELSAM yang meramal implementasi pasal perzinaan di Revisi KUHP akan menimbulkan kekacauan sosial. "Dengan mengatur delik aduan yang bisa diberikan oleh orang tua, kemungkinan yang terjadi adalah peningkatan jumlah perkawinan anak," kata peneliti ELSAM Sekar Banjaran Aji dilansir dari kantor berita Australia ABC.
Bukan hanya itu, DPR sempat merumuskan pidana bagi pria yang membohongi wanita untuk bersetubuh dengan ancaman penjara paling lama empat tahun. Namun usulan yang masuk dalam Pasal 418 itu kemudian dihapus. “Kami setuju untuk di-drop dalam forum lobi," kata Ketua Komisi III DPR RI Aziz Syamsuddin.
(Baca: DPR Akui Pengaturan Sanksi Pidana dalam RKUHP Belum Sempurna)
Selain itu, ada pula pasal 414 yang mengancam bagai orang yang mempertunjukkan alat pencegah kehamilan sepeti kondom kepada anak-anak. Hukumannya adalah pidana denda kategori satu senilai Rp 1 juta.
“Mempertunjukkan, menawarkan, menyiarkan tulisan, atau menunjukkan untuk memperoleh alat pencegahan pada anak dipidana denda Kategori I,” bunyi Pasal 414.