Firli Bahuri, Kapolda Sumsel dan Capim KPK yang Penuh Kontroversi

ANTARA FOTO/APRILLIO AKBAR
Dua Capim KPK dari unsur Polri, Kapolda Sumsel Irjen Pol Firli Bahuri (kiri) bersama Kepala Biro Perawatan Personel SSDM Polri Brigjen Pol Sri Handayani (kanan) bersiap mengikuti tes kesehatan Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, Senin (26/8/2019). Nama Firli masuk dalam daftar 10 Capim KPK yang diajukan ke Presiden Jokowi.
Penulis: Abdul Azis Said
3/9/2019, 09.57 WIB

Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel Capim KPK) telah menyerahkan sepuluh nama kepada Presiden Joko Widodo, di Jakarta, Senin (2/9). Salah satu di antara nama-nama tersebut adalah Firli Bahuri.

Inspektur Jenderal Polisi Firli Bahuri adalah Kapolda Sumatera Selatan yang baru saja dilantik pada 25 Juni 2019. Pria kelahiran Prabumulih, 8 November 1963 itu sebelumnya pernah menjabat sebagai Deputi Penindakan di KPK pada 2018.

Firli lulus dari Akademi Kepolisian pada 1990. Ia juga menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian pada 1997. Firli dipercaya menjadi Kapolres Persiapan, Lampung Timur pada 2001. Kariernya semakin menanjak setelah ia ditarik ke Polda Metro Jaya menjadi Kasat III Ditreskrimum pada 2005-2006. Kemudian ia menjadi Kapolres Kebumen dan Kapolres Brebes pada 2008 dengan pangkat Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP). 

Pada 2009, ia ditarik kembali ke ibu kota sebagai Wakapolres Metro Jakarta Pusat. Setahun kemudian, ia dipercaya menjadi Asisten Sekretaris Pribadi (Sespri) Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.  Selesai dari tugasnya di istana, Firli menjabat Direktur Reserse Kriminal  Khusus Polda Jateng pada 2011. Namun, pada 2012 ia kembali bertugas di istana sebagai ajudan Wakil Presiden Boediono. 

Pada 2014, ia dipercaya menjadi Wakapolda Banten dengan pangkat Komisaris Besar. Firli kembali dipromosikan menjadi Brigjen Polisi pada saat menjabat sebagai Kepala Biro Pengendalian Operasi Staf Operasi Polri pada 2016. Tak lama kemudian ia menjadi Wakapolda Jawa Tengah. Pada 2017, ia menjabat sebagai Kapolda Nusa Tenggara Barat (NTB) menggantikan Brigjen Pol Umar Septono.

Selanjutnya, karier Firli berlanjut ke KPK sebagai Deputi Penindakan pada 6 April 2018. Namun, kurang dari 1,5 tahun kemudian Firli ditarik kembali ke institusi asalnya pada 20 Juni 2019. Penarikan dilakukan setelah Firli sempat menjalani pemerikasaan di pengawasan internal KPK. Hanya berselang 5 hari setelah kembali ke Polri, Firli dipromosikan menjadi Kapolda Sumatera Selatan.

(Baca: Daftar 10 Nama Capim KPK yang Disetor ke Jokowi)

Ditolak 500 Karyawan KPK

Penugasan Firli sebagai Kapolda Sumatera Selatan baru seumur jagung. Namun, Firli justru berniat kembali ke KPK lewat pencalonannya dalam seleksi Calon Pimpinan KPK. Lolosnya Firli rupanya tak disambut baik. Ia menjadi calon yang paling banyak disoroti publik karena diduga sarat kepentingan.

Pegiat antikorupsi Saor Siagian bahkan menyebut ada 500 pegawai KPK yang merasa keberatan dengan kelolosan Firli dan mewanti-wanti kepada Tim Pansel Capim KPK untuk lebih selektif menentukan calon yang lolos.

Koalisi Kawal Capim KPK menilai rekam jejak Firli selama menjabat di KPK buruk karena telah melanggar kode etik pasal 65 dan 66 Undang-Undang KPK. Firli diduga berulang kali melakukan pertemuan dengan sejumlah nama yang terlibat dalam kasus yang sedang ditangani KPK, salah satunya pertemuan antara Firli dengan Gubernur NTB Tuan Guru Bajang (TGB) Zainul Majdi yang saat itu diduga ikut terlilit kasus korupsi divestasi Newmont Nusa Tenggara.

Seperti dilansir Tempo.co, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyebut pertemuan Firli diduga terjadi lebih dari sekali. Bukan hanya dengan TGB saja, Firli juga kerap bertemu dengan nama lainnya yang sedang terlibat dalam kasus yang diusut KPK. "Fokus tim bukan hanya pada satu pertemuan saja, tetapi sekitar tiga atau empat pertemuan," kata Febri, di Jakarta, Selasa (27/8).

(Baca: Alexander Marwata, Petahana yang Lolos Seleksi Capim KPK)

Kekayaannya Mencapai Rp 18,22 Miliar

Dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang diserahkan ke KPK pada 29 Maret 2019, Firli memiliki kekayaan Rp 18,22 miliar. Firli memiliki 8 bidang tanah di berbagai daerah, antara lain di Lampung dan Bekasi. Total nilai aset tanah dan bangunannya mencapai Rp 10,44 miliar. 

Firli juga melaporkan memiliki lima kendaraan, yakni Honda Vario 2007 dengan nilai Rp 2,5 juta, Yamaha N-Max 2016 seharga Rp 20 juta, dan mobil Toyota Corolla Altis 2008 senilai Rp 70 juta. Selain itu, mobil Toyota LC Rado 2010 senilai Rp 400 juta dan Kia Sportage 2.0 GAT tahun 2013 senilai Rp 140 juta. Firli juga memiliki kas senilai Rp 7,15 miliar.   

(Baca: Jokowi Masih Bisa Pertimbangkan Kembali Nama-nama Calon Pimpinan KPK)