Majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menerima perbaikan permohonan yang diajukan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Dengan demikian, Mahkamah menolak eksepsi yang diajukan oleh termohon dan pihak terkait, yakni KPU dan Tim Kuasa Hukum Joko Widodo-Ma'ruf Amin, dan Bawaslu.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim MK menilai revisi bisa diterima karena satu kesatuan dengan permohonan awal yang diajukan pada 24 Mei 2019. Terlebih, posita dan petitum permohonan yang sesungguhnya adalah segala hal yang dinyatakan dalam persidangan, bukan naskah permohonan.
"Terhadap keberatan, sepanjang berkaitan dengan naskah yang menurut pemohon merupakan naskah perbaikan, tidak beralasan menurut hukum," kata Hakim Konstitusi Saldi Isra dalam persidangan sengketa Pilpres di gedung MK, Jakarta, Kamis (27/6).
(Baca: MK Minta Putusan Sengketa Pilpres Tak Dijadikan Ajang Hujat dan Fitnah)
Selain itu, ada persoalan teknis yang membuat Mahkamah tidak bisa melaksanakan pasal 475 Undang-undang Pemilu dan Pasal 6, 8, 9 PMK Nomor 4 Tahun 2018 secara normal. Sejak permohonan awal diajukan pada 24 Mei 2019, Mahkamah mengalami kesulitan menyidangkan perkara karena adanya libur panjang dan cuti bersama hingga sembilan hari.
Padahal, MK harus memutus perkara tersebut paling lambat 14 hari setelah persidangan dimulai. Akhirnya, MK harus menunda proses persidangan hingga Jumat (14/6).
"Dengan rentang waktu tersebut, akan diperoleh fakta adanya kesempatan berbeda tenggang waktu dalam mengajukan permohonan setelah ditetapkannya hasil Pemilu 2019," kata Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih.
Lebih lanjut, Mahkamah beranggapan telah memberikan waktu bagi KPU, Tim Kuasa Hukum Jokowi-Ma'ruf, dan Bawaslu untuk memberikan jawaban. Hal tersebut diberikan dalam persidangan pemeriksaan.
"Secara seksama, termohon, pihak terkait, dan Bawaslu sudah menanggapi dalil-dalil pemohon. Terlepas dari menolak dalil tersebut, maka Mahkamah telah memberikan hak," kata Saldi.
(Baca: Aktivitas Kantor dan Pusat Belanja Sekitar Gedung MK Berjalan Normal)