Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebut pihaknya belum akan mewacanakan kontribusi tambahan yang akan diberikan kepada pengembang di pulau reklamasi Teluk Jakarta. Adapun kontribusi tambahan sebesar 15% sebelumnya digagas oleh pendahulu Anies, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Kontribusi itu diterbitkan Ahok dalam susunan dasar hukum reklamasi.
Ia memilih untuk fokus menyelesaikan isu polemik pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di pulau reklamasi. Anies menegaskan, IMB itu diterbitkan hanya untuk sejumlah bangunan yang telah terlanjur berdiri. "Kami bereskan PR (pekerjaan rumah) yang muncul sebelum kami bertugas," kata Anies saat di wawancara di kantornya, Balaikota, Jakarta, Selasa, (25/6).
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) itu menjawab sejumlah pertanyaan perihal alasanya kembali menggunakan Peraturan Guebrnur (Pergub) nomor 206 tahun 2016 tentang Panduan Rancang Kota untuk dijadikan dasar hukum dalam menerbitkan IMB itu. Ia menengaskan, pengembang di Pulau D reklamasi sudah menaati aturan yang sudah ada, seperti membayar denda.
(Baca: Alasan Anies Terbitkan IMB untuk 4 Pulau Reklamasi Teluk Jakarta)
Anies pun merespon inisiatif pengembang dengan menerbitkan IMB agar Hal Pengelolaan Lahan (HPL) juga bisa ikut dikeluarkan. Selain itu, Pergub itu juga berfungsi sebagai dasar susunan Hak Guna Bangunan (HGB). "HGB disusun berdasarkan Pergub 206 tahun 2016. Kalau tidak ada Pergub 206, tidak bisa disusun HGB," kata Anies.
Anggota DPRD fraksi Partai Nasdem James Sianipar sebelumnya mengatakan, kewajiban kontribusi 15% belum terlihat mengenai kejelasan penggunaan dananya. Selain itu, ia juga mengatakan jika hal tersebut dalam Raperda reklamasi belum diselesaikan secara tuntas karena terganjal kesepakatan antara DPRD dan Badan Perencanaan Daerah (Baperda).
"Aturan yang 15 persen belum ada dan belum ketuk palu pada saat pembahasan Baperda," sebut James ketika dihubungi Katadata.co.id pada akhir pekan lalu.
(Baca: Terbitkan IMB Reklamasi Jakarta, Anies Disebut Tak Berbeda dengan Ahok)
Penerbitan IMB Pulau Reklamasi Dinilai Cacat Hukum
Lembaga Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) dan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menilai penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di pulau reklamasi Teluk Jakarta, cacat hukum. Berlanjutnya proyek di pulau reklamasi hanya menunjukkan keberpihakan pemerintah kepada kepentingan bisnis.
Ketua Harian KNTI Ahmad Martin Hadiwinata mengatakan, reklamasi tidak mengindahkan nelayan dan lingkungan hidup. “Pertimbangannya untuk kepentingan bisnis, dan kebutuhan atas lahan daratan,” ujarnya dalam sebuah diskusi pada Minggu lalu.
Ia pun menilai banyak kemungkinan korupsi dalam kebijakan reklamasi, termasuk dalam penerbitan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta. "Ini pun sangat erat dengan proses korupsi," ujarnya.
(Baca: DPRD DKI Sebut Penerbitan IMB Pulau Reklamasi oleh Anies Tanpa Aturan)
Sependapat dengan Martin, Direktur Eksekutif Walhi DKI Jakarta Tubagus Soleh Ahmadi melihat kentalnya kepentingan bisnis dalam reklamasi. Pembangunan pulau reklamasi telah dilakukan sebelum Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 206 Tahun 2016 tentang tata panduan rancang pulau C,D, dan E.
"Sulit untuk tidak dikatakan, bahwa sebenarnya pemerintah telah dipandu oleh kepentingan bisnis di pantai utara Jakarta," ujarnya.
Ia pun menolak pernyataan Anies yang menyebut bahwa izin IMB yang diberikannya berbeda dengan izin proyek reklamasi. Ia menekankan, izin proyek reklamasi dan penerbitan IMB di pulau reklamasi merupakan satu kesatuan.