Penerimaan Siswa Baru Lewat Jalur Zonasi yang Menuai Polemik

ANTARA FOTO/M AGUNG RAJASA
Orangtua dan calon siswa mengantre penyerahan dan pemeriksaan berkas pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019 tingkat SMA-SMK di SMAN 2 Bandung, Jawa Barat, Senin (17/6/2019). Kuota Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMA Jawa Barat periode 2019/2020 sebanyak 281.950 kursi dan pendaftarannya dimulai serentak 17 Juni hingga 22 Juni 2019.
21/6/2019, 10.54 WIB

Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang digelar dengan sistem zonasi menuai kontroversi. Pada awalnya kebijakan ini dicanangkan pemerintah untuk memeratakan kualitas pendidikan. Namun, di beberapa daerah sistem zonasi justru mempersulit siswa untuk masuk ke sekolah negeri lantaran kapasitas sekolah tak sebanding dengan banyaknya siswa yang mendaftar.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy pernah menyatakan bahwa sistem zonasi akan menghilangkan 'kasta' dalam dunia pendidikan Indonesia. Sistem zonasi yang diatur dalam Peraturan Mendikbud Nomor 51 Tahun 2018 ini akan menghilangkan status sekolah favorit yang selama ini dilabelkan kepada beberapa sekolah negeri.

Selain itu, sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) zonasi akan membantu pemerintah memetakan kebutuhan siswa yang ada di sekolah. "Pola pikir kastanisasi dan favoritisme dalam pendidikan harus kami ubah," kata Muhadjir seperti dikutip dari laman Kemendikbud, Kamis (20/6).

Meski niatnya mewujudkan keadilan, penerapan sistem zonasi ternyata menemui banyak kendala. Seorang warga bernama Teguh di Surabaya bahkan menerobos pengamanan agar dapat menyampaikan aspirasinya kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Teguh mengatakan aturan ini malah membuat anaknya tidak dapat masuk di sekolah negeri. "Bapak Presiden, tolong revisi Permendikbud Nomor 51," kata Teguh saat Jokowi mengadakan kunjungan kerja ke Surabaya, seperti dikutip dari Tribun, Kamis (20/6).

Berbeda dengan Teguh, seorang warga Kecamatan Banjarsari, Kabupaten Lebak, Banten bernama Aan mengatakan tidak ada masalah terkait alokasi zonasi di sekolah favorit daerahnya, yakni Sekolah Menengah Pertama (SMP) 1 Banjarsari. Ini lantaran kapasitas sekolah di daerahnya melebihi jumlah siswa yang masuk. "Tidak ada masalah, soalnya sekolah di sana masih membutuhkan murid," kata Aan kepada Katadata.co.id.

Menurut Aan, SMP 1 Banjarsari memiliki empat kelas dengan kapasitas 40 orang siswa per kelas. Akan tetapi saat tahun didik berjalan, kapasitas terisi kurang dari itu. Meskipun memiliki peluang masuk sekolah tersebut, sang anak memilih mendaftar di Madrasah Tsanawiyah (Mts) lantaran memiliki dua ijazah, yakni SD dan Madrasah Ibtidaiyah. "Anak saya ingin pendidikan agama (lebih banyak)," kata dia.

(Baca: Fokus SDM dan Literasi Digital, Kominfo Ajukan Anggaran Rp 5,6 Triliun)

Pelaksanaan Zonasi Diperketat

Sistem zonasi sebenarnya telah dimulai pada 2016, namun terbatas pada pelaksanaan Ujian Akhir Nasional (UAN) saja. Kali ini pelaksanaan diperketat dengan zonasi terhadap wilayah tempat tinggal siswa. Konsekuensinya, nilai UN dan rapor tak lagi menjadi syarat utama seleksi siswa ke sekolah negeri.

Dalam Pasal 16 Permendikbud 51, diatur bahwa penerimaan siswa baru di sekolah negeri dilakukan dengan tiga cara. Pertama, zonasi dengan alokasi paling sedikit 90% dari daya tampung sekolah. Kedua, prestasi dengan alokasi 5% dari daya tampung. Ketiga, perpindahan tugas orang tua atau wali murid sebesar 5% dari daya tampung.

PPDB SMA (ANTARA)




Calon siswa hanya dapat memilih satu dari tiga jalur yang telah disediakan untuk masuk sekolah pilihannya dalam satu zonasi. Namun, Permendikbud 51 juga memberi kesempatan bagi siswa untuk mendaftar sekolah di luar zonasi tempat tinggalnya dengan syarat yang ditentukan. "Calon peserta didik dapat melakukan pendaftaran PPDB melalui jalur prestasi di luar zonasi domisili peserta didik," demikian bunyi Ayat 7 Pasal 16 Permendikbud 51.

Adapun jalur prestasi digunakan dengan acuan nilai Ujian Nasional (UN) dan atau hasil perlombaan atau penghargaan yang diterima calon siswa di bidang akademik atau non akademik. Sedangkan, jalur perpindahan orang tua atau wali ditujukan bagi calon siswa yang berdomisili di luar zonasi sekolah tersebut.

"Perpindahan tugas dibuktikan dengan surat penugasan dari instansi, lembaga, kantor, atau perusahaan yang mempekerjakan," bunyi Ayat 2 Pasal 22 Permendikbud 51.

Dalam Pasal 24 hingga 30 Permendikbud 51, diatur bahwa sistem zonasi digunakan untuk mendaftar sekolah mulai jenjang Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) dan ditetapkan oleh pemerintah daerah. Meski demikian, Permendikbud 51 juga mengantisipasi adanya perebutan jatah terakhir daya tampung dari kuota sekolah di sistem zonasi.

Kuota bangku sekolah yang tersisa akan digunakan bagi calon siswa yang memiliki nilai ujian akhir lebih tinggi apabila jarak tempat tinggal ke sekolah sama. "Diprioritaskan peserta dengan nilai UN lebih tinggi," demikian bunyi Ayat 2 Pasal 30 Permendikbud 51 mengenai tata cara mendaftar SMA Negeri.

(Baca: Pimpin Ratas, Jokowi Minta Pengembangan SDM Lewat Program Vokasi)

Halaman: