Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Divonis 8 Tahun Penjara

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Terdakwa kasus dugaan korupsi investasi perusahaan di blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia tahun 2009, Karen Agustiawan mendengarkan pembacaan putusan (vonis) oleh Majelis Hakim di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (10/6/2019).
10/6/2019, 17.01 WIB

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta memvonis mantan Direktur Utama PT Pertamina Galaila Karen Agustiawan dengan hukuman delapan tahun penjara dalam kasus korupsi investasi Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia. Karen juga dihukum membayar denda Rp 1 miliar subsider empat bulan penjara.

"Menyatakan saudara Galaila Karen Agustiawan secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi," ujar Hakim Ketua Emilia Jayasubagja di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (10/6).

(Baca: Pledoi Karen, Keputusan Pertamina Akuisisi BMG Tak untuk Perkaya Diri)

Majelis hakim menilai Karen telah melanggar Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Ia dinilai merugikan keuangan negara dan memperkaya orang lain atau korporasi dalam kasus tersebut.

Karen dianggap telah menyalahgunakan wewenangnya sebagai Direktur Pertamina ketika berinvestasi di Blok BMG. Hal itu dilakukan Karen bersama-sama dengan mantan Direktur Keuangan Pertamina Frederick ST Siahaan, mantan Manager Merger & Acquisition (M&A) Direktorat Hulu Pertamina Bayu Kristanto, dan Chief Legal Councel and Compliance Pertamina Genades Panjaitan Genades Panjaitan.

(Baca: Kasus Karen, Kejaksaan Sebut Perusahaan di Australia Sudah Tak Ada)

Persoalan tersebut terjadi karena Karen dan  pada 2009 membeli sebagian aset di Blok BMG Australia melalui Interest Participating (IP) tanpa didasari kajian kelayakan atau feasibility study berupa kajian secara lengkap (final due dilligence). Investasi di Blok BMG itu juga tidak didasarkan pada analisa risiko yang dilakukan oleh konsultan keuangan Deloitte.

Padahal, Deloitte telah menyatakan bahwa sangat berisiko jika Pertamina mengakuisisi sebagian aset di Blok BMG. Selain itu, penandatanganan Agreement for Sale and Purchase BMG Project tanggal 27 Mei 2009 senilai US$ 31,91 juta tidak didasari persetujuan dari bagian legal dan Dewan Komisaris Pertamina.

Lebih lanjut, produksi minyak mentah yang dihasilkan di Blok BMG jauh di bawah perkiraan Pertamina. Produksi di Blok BMG juga terhenti pada 2010 karena PT ROC merasa produksi di Blok BMG tidak ekonomis jika diteruskan.

(Baca: Kinerja 2018 Pertamina Tertolong Piutang & Subsidi BBM dari Pemerintah)

Hal tersebut lantas membuat penggunaan dana investasi sebesar US$ 31,492,851 serta biaya-biaya yang timbul lainnya sejumlah AU$ 26,808,244 tidak memberikan manfaat atau keuntungan kepada Pertamina dalam menambah cadangan dan produksi minyak. Sebagaimana laporan perhitungan dari Kantor Akuntan Publik DRS Soewarno, Karen telah mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 568,06 miliar.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai perbuatan yang memberatkan Karen yaitu tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi. Hakim juga menilai korupsi yang dilakukan Karen merupakan kejahatan luar biasa.

"Terdakwa juga merasa tidak bersalah," kata Emilia.

Sedangkan perbuatan yang meringankan, yakni Karen bersikap sopan selama persidangan berlangsung. Karen pun belum pernah dihukum sebelumnya.

(Baca: KPK Kembali Cecar Peran Dirut Pertamina dalam Kasus PLTU Riau-1)

Adapun Karen tidak divonis untuk membayar uang pengganti atas kerugian negara dalam korupsi investasi Blok BMG. Menurut majelis hakim, tidak ada bukti bahwa Karen menerima uang dari tindak pidana korupsi tersebut.

"Sehingga terdakwa tidak dapat dibebani uang pengganti," kata Hakim Anggota Muhammad Idris.

Vonis majelis hakim ini lebih rendah dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sebelumnya, JPU menuntut Karen dihukum pidana 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan. Karen juga dituntut membayar uang pengganti kerugian sebesar Rp 284 miliar.