Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menghormati keputusan Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) yang menetapkan Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Sofyan Basir sebagai tersangka.
Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, Kawasan dan Pariwisata Kementerian BUMN Edwin Hidayat Abdullah mengatakan, Sofyan harus menjalani proses hukum yang berlaku. Meski, "tetap berkeyakinan bahwa status tersangka masih berazaskan praduga tak bersalah," kata Edwin kepada Katadata.co.id, Selasa (23/4).
Sementara, status Sofyan sebagai Direktur Utama PLN akan dibahas dengan Menteri BUMN Rini Soemarno. " Untuk kelangsungan organisasi PLN, saya akan membicarakannya dengan pimpinan kami," kata Edwin menambahkan.
(Baca: Dirut PLN Sofyan Basir Jadi Tersangka Kasus Suap Proyek PLTU Riau-1)
Ada pun, Sofyan diduga terlibat dalam kasus suap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU MT) Riau-1. KPK menduga Sofyan bersama-sama atau membantu mantan Wakil Ketua Komisi Energi DPR RI Eni Maulani Saragih dan kawan-kawannya menerima hadiah atau janji dari pemegang saham Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd, Johannes Budisutrisno Kotjo.
Sofyan juga diduga menerima janji dengan mendapat bagian sama besar dari jatah Eni dan eks Menteri Sosial Idrus Marham.
Saat ini, Eni, Idrus dan Kotjo telah menjadi terpidana atau dinyatakan bersalah dan menerima vonis hukuman dari Hakim Tipikor. Vonis hukuman terhadap Idrus baru ditetapkan hari ini.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, penetapan Sofyan sebagai tersangka setelah melalui pengembangan proses penyidikan. Selain itu, KPK juga mencermati fakta-fakta yang muncul di persidangan hingga pertimbangan hakim.
(Baca: Idrus Marham Dihukum 3 Tahun, Seluruh Pembelaannya Ditolak Hakim)
"KPK menemukan bukti permulaan yang cukup tentang dugaan keterlibatan pihak lain dalam dugaan tindak pidana korupsi suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1," kata Saut di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (23/4).
Sofyan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 ayat (2) KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.